Fian lagi fokus masak di dapur, sementara gue 'nontonin' dia yang lagi masak tepat di belakangnya.
"Huuu ngikutin aku masak begituan..." ejekku sambil menunjuk mie telor a.k.a tamblag yang tengah Fian goreng di dalam ketel.
Ia menoleh kemudian tertawa pelan. "Apaan dih, ada juga kamu yang ngikutin. Orang aku emang udah biasa bikin kayak beginian. Tanya aja sama bapak aku."
"Ngikutin! Ngikutin! Huuuu..."
Sambil masih tertawa, Fian berkata, "Kirain aku teh waktu itu kamu masak apaan sampai aku SMS subuh-subuh nggak dibales. Dalem hati aku mikir kayaknya kamu masak sesuatu yang aneh. Taunya masak kayak gini doang. Hwehehehe!"
Gue tertawa ala Bernard kemudian menjelaskan bahwa hari itu, hari ketika gue mengantarkan sarapan untuk Fian, adalah hari di mana gue bangun kesiangan. Maka dapat disimpulkan bahwa : gue gak bales SMS bukan karena lagi sibuk masak, melainkan gue masih sibuk tidur.
Seketika tawa kami berderai.
Kompor dimatikan. Tamblag beralih tempat ke dalam piring. Gue dan Fian keluar dari dapur.
"Bi," panggil Fian lembut.
"Ya?"
"Kapan sih terakhir aku bikin kamu nangis?"
Gue mengernyitkan kening berpikir. Dengan menyeringai geli, gue menjawab, "Seminggu yang lalu."
Fian tersipu. Pasti awalnya dia mengira udah lama nggak bikin gue nangis. Oke, nangis sakit hati karena kelakuan amit-amit dia memang alhamdulillah gak pernah gue rasain lagi belakangan ini. Tapi nangis karena keinginan gue gak diturutin masih sering. Kan gue manja sama dia mah!
"Kapan terakhir aku bilang putus?"
Gue terkesima selama sepersekian detik. Putus? Rasanya nyaris setiap bulan kami menjalani momen putus nyambung. Yang mana setelah 'nyambung' lagi, hubungan kami makin harmonis. Namun kemudian kata 'putus' kembali terucap. Kita saling berjauhan, dekat lagi, nyambung lagi, harmonis lagi, putus lagi, nyambung lagi, putus lagi, nyambung lagi.
Arrrrgggghhhhh!!!!!
Itu semua seperti lingkarang setan. Siapa juga yang ingin hubungan dengan format demikian???
Gue melirik kalender di tembok sebelah kanan. Seulas senyum yang bukan lagi seringaian terbit di bibir gue. Jari gue menunjuk kalender. "Awal Januari, Bi."
Kami saling melempar senyum penuh arti.
"Sebuah peningkatan, Bi," bisiknya lembut.
Potongan perakapan, 13 Maret 2014
0 comments:
Post a Comment