Asli, Membetekan Sekali -_-

Sunday 15 June 2014
Tadi siang ba'da dzuhur, my sister and I were watching Korean Movie when my grandma take a nap (anyway, bener gak tensesnya?). Kebetulan film yang kita konton itu berjudul 'April Snow'. A Korean Romance which made for adults. But I'll never know till I watch that by myself. And guess what guys, April Snow's plot was verry flat! And yeah, this is not for teenegers, this film just for adults (of course we skip those hot scenes).

I can't say I enjoyed this movie because I'm so bored, my sister too. We spend our two ours for this bored movie. So tired.

Then if we really felt bored, why didn't we stop wathc that movie? Why we wached until finished?
Only one answer : I just want to know will April Snow has a good ending? (good ending is not same meaning with happy ending).
And once again I must be disappointed.

"Hahaha, filmnya lucu banget. Benar-benar menguras emosi," said my sister and I sarcastic.

Though we, especially me, disappointed with this Korean Movie, but I'll watch any Korean movie again. With real plot of course.

Apa Cuma Gue?

Beberapa hari yang lalu ada seorang calon mahasiswa STAN yang menulis sebuah pertanyaan di grup Gerbang STAN di facebook.

Gue inget banget apa pertanyaannya. Waktu itu dia nanya : "Apa cuma saya yang mau masuk STAN tapi gak ikut bimbel apa pun?"
Dan sederet jawaban bermunculan menanggapi pertanyaan calon mahasiswa tersebut. Intinya dia gak sendirian, banyak anak lain yang juga gak ikut bimbel apa pun.

Entah kenapa pas baca pertanyaan tuh anak gue ikut bertanya-tanya sendiri :

"APA CUMA GUE YANG SUKA NGEPOIN GRUP-GRUP PER-STAN-AN, IKUT KOMENTAR-KOMENTAR, DAN JAWAB LATIHAN-LATIHAN SOAL TAPI NYATANYA GAK DAFTAR KE STAN??? OH MY GOD!!!"

Isi Dompet Fian

Friday 13 June 2014
Sesimpel judul di atas, isi dompet Fian pun sangat simple. Tapi jangan salah, kertas-kertas yang sekilas tampak 'apa banget' itu ternyata memiliki makna tersendiri bagi kami.

Sebelumnya, mari kita absen apa saja kah isi dompet Fian :

1. Uang kertas dan uang logam

Sudah pasti kertas keramat ini ada di dalam setiap dompet yang tentunya digunakan manusia.

2. ID-card

Kartu identitas Fian itu ada KTP, kartu OSIS Mts dan SMK, kartu asuransi kecelakaan, dan kartu kesehatan.

3. Katru Time Zone

Di dompet Fian ada dua kartu time zone. Yang pertama aku lupa kapan kami dapatkan, yang kedua kami beli saat malam tahun baru 2014. Well, selalu ingat peristiwa malam itu.

4. Kartu Dreamland

Ini semacam kartu time zone lagi. Dream land itu terletak di lantai tiga Giant. Kami main ke sana tepat pada tanggal 24 Juli 2013. Kenapa aku bisa inget banget? 24 kan tanggal jadi kami yang ke-5 bulan. Bulan yang penuh prahara dan menguras emosi seperti yang pernah aku ceritakan di postingan lama.
Ceritanya kita buka bersama di Express Chicken, abis itu main deh di Dream land.

5. Foto kami

Jadi di dompet Fian itu ada 4 lembar foto kami berdua. Foto-foto jadul, sih. Tapi sweeeeeeet banget. Empat lembar foto itu bisa bertukar posisi setiap kami ingin ganti pemandangan.

6. Kalung couple bagiannya

Sepertinya kalung ini menjadi penghuni baru dompet Fian. Secara kalungnya aja baru dibeli Kamis kemarin, jadi dia belum lama masuk dompet.

Simple tapi sangat penuh makna, kan?
So guys, biarkan segala kenangan antara kau dan kekasihmu tumbuh dan berkembang di dalam dompet dengan catatan barang tersebut tidak lebih besar dari ukuran dompetmu.

Mari mengukir kenangan!

Terima Kasih, Fian


Seperti kubilang, hari Rabu kemarin Fian mengantarkan ayam dan kentang Hisana sebagai syarat permohonan maafnya setelah seenaknya membatalkan janji bertemu denganku hari itu. Dan kau tahu, ia membeli semua pesananku bukan dengan uang orangtuanya, akan tetapi uang hasil keringatnya sendiri.

Esoknya saat kami bertemu, Fian curhat padaku.

“Kemarin aku jualan di satu tempat gak dapet uang sedikitpun,” katanya. Saat itu kami sedang duduk di depan rumah Fian seraya mencicipi makanan ringan.

“Masa?” tanyaku tak percaya. “Gak mungkin gak dapet sama sekali.”

“Sumpah!” serunya serius. “Terus weh aku pindah ke SD lain, baru deh dapet dua puluh ribu. Terus uangnya diabisin semua buat Devi.” Ia mengacak rambutku sayang, membuatku cengengesan kesenangan.

“Nyesel?” pancingku.

“Nyesel? Ya nggak lah!” jawabnya yakin. “Kapan lagi aku bisa ngasih ke kamu?”

Tanpa kuduga, setelah mentraktirku semangkok mie ayam langganan kami di sana, ada sebuah kejutan menantiku di hari Kamis itu.

Fian masuk ke dalam rumah sementara aku sibuk menulis surat lamaran pekerjaan untuknya. Tak lama ia kembali lalu duduk di sampingku seperti sebelumnya. Tanpa rasa curiga, kuteruskan tugasku yang masih belum tuntas. Anehnya, Fian malah cengengesan gak jelas. Lama-lama aku jadi curiga. Dan ketika aku menoleh…

“Itu apaan?” jariku menuding benda dalam genggaman Fian. Tampak sebuah rantai keluar dari genggamannya. “Kalung ya, Bi?”

Aku tidak dapat menyembunyikan senyum bahagiaku saat Fian menjawab pertanyaanku dengan tawa malu-malu tikus. Itu kalung! Benda yang dulu pernah kuminta namun Fian belum punya cukup uang untuk membelinya saat itu.

Usut punya usut, ternyata yang diberikannya adalah kalung couple. Bandul kalung ini berbentuk sebuah hati yang terbagi menjadi dua potongan (bentuk love dibagi dua, lalu ditempelin pakek magnet).

“Itu kan kalungnya ada dua, Bi,” kataku sebelum bungkusan kalung dibuka.

“Kan yang satu buat aku, tapi gak dipake aku mah. Mau disimpen di dompet.”

“Jangan ilang ya, Bi.”

“Nggak akan lah, Bi.”

Setelah cukup lama menunggu, akhirnya dengan senyum shy-shy cat 555+, Fian memasangkan kalung tersebut di leherku. Aku menunduk, ikut tersenyum, dan menjatuhkan kepalaku di dadanya. Aku senaaaaaang sekali.

“Kapan kalung Defian24-nya?” Kalung itu kini terpasang sempurna di leherku. Cantik.

“Kapan-kapan.”

Kami tertawa.

Mungkin saat ini ia bukan siapa-siapa dan tidak punya apa-apa. Tapi aku yakin, suatu hari nanti ia akan menjadi ‘seseorang’. Dan saat itu tiba, kuharap masih ada aku di sampingnya. Mendorong semangatnya, mewarnai hari-harinya, menceriakan hidupnya. Semoga.

“Bebi, aku sayang banget sama kamu.” Suara Fian yang terdengar tulus setiap mengatakan kalimat tersebut selalu membuat darahku berdesir nyaman. Dia tidak sedang menggombal, dia sungguh-sungguh saat mengatakannya.

“Aku juga lah, Bi.”


Tentu saja, aku pun sangat menyayangi Fian.

Terima kasih Fian, untuk cinta dan kasih sayang yang kamu berikan untukku.

Terima kasih Bebi, untuk pengorbanan dan kesetiaan yang selalu didedikasikan untukku.

Terima kasih Papa, untuk usahamu dalam membahagiakanku dan tidak membiarkanku menangis lagi.

Terima kasih. I love you.

Lagi-lagi Puding

Wednesday 11 June 2014

Gagal dengan pudding pertama tak lantas membuatku patah arang. Sekali lagi aku mencoba memasak pudding manis sebagai pencuci mulut.

Resep pudding-ku pada 10 Juni 2014 :
-         2 bungkus agar-agar tawar warna merah (gak ada warna lain, broh!)
-         Cokelat bubuk 3 bungkus (believe or not, gue pake susu Milo >.<)
-         Susu kental manis cokelat 240 ml
-         Gula pasir 240 gr
-         Air 8-9 gelas

Simple banget, kan?

But, yeah, sungguh hanya bahan itu yang kugunakan dalam setiap pembuatan pudding. Mungkin takaran yang tidak konsisten saja pembedanya. Tapi intinya tetap itu.

Aku mengaduk semua bahan di atas api kecil. Mengaduk dengan penuh kesabaran walau rasanya panas sekali. Di tengah adukan, kutaburkan garam secukupnya. Kata orang kalau hanya terasa maniiiis saja, otomatis akan ‘sebal’ di mulut, maka harus ada sari-sari lain agar mulut kita termanjakan.

Begitu adonan pudding bergolak dan sedikit mengental, kumatikan kompor. Perlahan, kupindah-tempatkan si pudding ke dalam 3 buah loyang (2 besar, 1 kecil) yang telah dipersiapkan sebelumnya.

Tinggal menunggu keras, maka pudding siap disantap :D

Tebak bagaimana hasil percobaanku kali ini? Benar! Kali ini aku berhasil. Rasanya pas. Sangat pas.

Keesokan harinya aku ada janji ketemu sama Fian. Sengaja aku pisahin satu loyang buat dia (loyang kecil 555+). Aku seneng banget, apalagi katanya dia mau jemput aku di rumah! Bisa dibilang tumben gitu, ya. Secara kan dia gak punya kendaraan. Sayangnya kebahagiaanku kandas saat ia bilang, “Maaf Bi, aku harus anterin Fazar bikin SKCK. Aku udah lama janji sama dia. Kalo mau jam 12-an deh, Bi. Atau mau besok aja?”

OH MY GOD, HELLO! SORE GUE ADA PENGAJIAN, DITAMBAH RENCANANYA MAMA MAU DATENG! LO PIKIR GUE RELA KE RUMAH LO JAM 12 LALU PULANG 2 JAM KEMUDIAN? NO! DAN PUDING INI, HARUS DISIMPEN SAMPAI BERAPA LAMA LAGI? YAKIN MASIH ENAK DISIMPAN SAMPAI BESOK?

YOU FULL OF DAMN!

Yeah, aku ngomel-ngomel sama dia. Ngomong-ngomong kasar (maaf, kadang aku emang gila). Fian mohon-mohon maaf, dan baru gue maafin dengan satu syarat : anterin kentang Hisana ke sini!

Fian    : Iya ntar aku beliin :D

Aku     : Harus!

Fian    : Aku kesana doang weh ambil puding dan anterin kentang :p

Aku     : Kenapa ga jemput aku sekalian?

Fian    : Aku dianterin temen jadi gak boleh pinjem :(

After I waiting for a long time (disertai mencak-mencak tak sabar), akhirnya Fian memastikan : jadi bi kalem :* Lagi OTW rumahmu ko :*

Aku     : Asik :* Dapet belum kentangnya?

Fian    : Masih di pasar rebo :p ketemuna sebentar cian deh :p :D

Aku     : Yang cian mah kamu :p

Fian    : Udah dapet kentang, bentar lagi nyampe, kamu siap-siap dan ke depan dong :p

Aku     : Udah di depan keles :P

Dan dia tiba 2 menit kemudian. Aku nyamperin dia sama temennya di pinggir jalan, sambil senyum-senyum tentunya.

“Abis ini kamu mau ke mana?” tanya Fian saat kami saling menukar keresek. Aku dapat keresek Hisana, dan dia dapat kantong pudding.

“Pulang, lah,” jawabku jujur.

Ia memerhatikanku, “Kok gaya banget?”

“Kan udah mandi, hehehe…”

“Baru mandi, ya? Hehehe…”

“Iya, eh nggak, tadi jam 10-an.”

Setelah ngocol sejenak serta janjian buat ketemu lagi besok (hari ini, 12 Juni 2014), Fian pamitan pulang. Fajar udah jamuran soalnya. Kasian deh Fajar ngiri lihat orang bercanda sama pacarnya :p

Kita dadahan sampai motornya menghilang dari pandangan.

Begitu tiba di rumah, aku periksa isi keresek Hisana dari Fian. Dan bukan hanya kentang, rupanya ia membelikanku sebuah ayam goreng pula. Tiba-tiba ponselku bergetar.

Fian    : Maaf ya ada ayamnya :p

Aku     : Terima kasih banyak bebiku :* Kamu memang the best :*

Fian    : Sama-sama bebiku :* kamu pun the best BeGeTe :* pasti lagi laper kan? :p :D

Aku     : Iya nih lagi laper banget :D Tapi harus dipajak bida :( jangan lupa dibagi-bagi.

Fian    : Haha bagus lah kakak ipar makan makanan dariku :D iya bebi pasti :)

Dan Fian bilang, pudding-ku enak. Dan habis tidak lama kemudian :D

Jadi gak kapok buat mencoba lagi, lagi, dan lagi :P

Patah Hati

Kalian yang memiliki novel Honey Money pasti pernah membaca atau setidaknya melirik ‘Catatan Penulis’ yang disimpan di bagian akhir novel. Bukan hanya pernah, aku pribadi sampai berkali-kali membaca bagian tersebut. Be honest, apa yang disampaikan Debbie benar-benar persis seperti yang kurasakan, kualami, kuhadapi.

Seperti Debbie, aku pun pernah jatuh cinta dalam-dalam pada sosok ‘Rifaldi’.

Ia asli, nyata, bukan tokoh imajiner. Ia sungguh sempat hadir dalam hidupku, mengisi kehampaan hatiku, membuatku jatuh cinta dalam-dalam lalu akhirnya menghilang begitu saja.

Aku bingung, kacau, hilang arah.

Mengapa, mengapa, dan selalu mengapa pertanyaan yang bergaung dalam otakku.

Mengapa ia datang di kehidupanku?

Mengapa ia membuatku merasa nyaman?

Mengapa ia membuatku jatuh cinta dan terobsesi?

Lalu,

Mengapa ia pergi?

Tanpa pesan, tanpa salam.

Mengapa ia meninggalkan perih di hatiku?

Bak disayat sembilu.

Mengapa, mengapa ia hadir bila akhirnya pergi kembali?

Kita berbeda, tapi aku tidak keberatan.

Saat itu aku kelas 10 dan dia kelas 11. Aku di SMA, dia di SMK. Aku di sekolah negeri, dia di swasta. Aku perempuan dan dia laki-laki. Aku tinggal di Pasawahan, dia di Simpang. Kami sangat bertolak belakang tapi aku tidak pernah mempermasalahkannya sama sekali. Aku menerima dia apa adanya!

Aku selalu sabar mengadapinya.

Aku sabar menanti SMS-nya yang hilang-timbul. Aku sabar hanya berteman dengannya tapi tidak dengan cowok lain. Aku sabar menunggu ia menyatakan komitmen ‘serius’ di antara kami yang tidak jua kudengar hingga ia pergi meninggalkanku.

Mungkin aku sakit dan tidak bisa memaafkannya begitu saja, namun entah mengapa aku tidak pernah melupakan detail tentangnya.

Aku ingat saat berbicara bibirnya akan tertarik ke kanan beberapa senti, khas cowok keren. Ia selalu mengenakan kemeja, jam tangan di sebelah kiri, dan sepatu keds setiap bertemu denganku. Motornya matic berwarna merah, dengan helm hijau. Ia berasal dari Bandung, di tempat asalnya ia biasa dipanggil Edo. Waktu itu merk ponselnya Nokia.

Aku ingat!

Saat ia pergi tanpa alasan, dan tak bisa kuhubungi lewat apa pun, aku menangis sejadi-jadinya. Kukunci pintu kamar rapat-rapat, memutar musik keras-keras, dan mulai histeris. Selalu mengapa, mengapa, dan mengapa yang terngiang dalam benakku!

Seminggu kemudian kudengar ia telah memiliki kekasih. Aku tidak bisa berbohong pernah mencari tahu siapa dan seperti apa cewek yang akhirnya menjadi pacarnya itu. Cantik, kaya, modis. Sudah kuduga.

Dua minggu penuh aku meratapi kepergiannya. Tak mampu menahan tangis setiap mendengar lagu Kimi Sae Ireba diputar. Melamun sampai tak tahu hari apa ini, sudahkah aku mandi, mengapa aku tidak lapar? Saat itu aku nyaris hilang akal, gila. Yes, love is blind!

Pernahkah aku seperti ini? Maksudku, ini adalah kali pertama aku mencintai seseorang yang bahkan baru kukenal selama beberapa saat sampai sedalam ini. Dia bahkan belum menjadi pacarku, namun rasa perih saat ditinggalkan benar-benar tak tertahankan.

Aku merenung, memikirkannya, mencoba membuat novel dan cerpen tentangnya. Aku menulis diiringi linangan air mata. Dadaku amat sesak, bernapas pun sulit. Segala yang terbayang di benakku hanya Rifaldi, Rifaldi, dan Rifaldi.

Setahun kemudian aku merasa berhasil berhenti memikirkannya. Tiga bulan setelah kepergiannya, ia memang kembali menyapaku di facebook. Menanyakan kabarku layaknya sepasang sahabat yang lama tak jumpa. Mungkin ia biasa saja saat melakukannya, tapi aku sangat bahagia! Sayangnya, setelah itu ia kembali menghilang lalu datang lagi sebulan kemudian. Saat itulah momen yang kutunggu-tunggu tiba, saat ia menyatakan cinta padaku, ingin menjadi pacarku.

Dulu aku memang mengharapkan itu terjadi. Tapi tidak setelah ia menarik-ulur hatiku tanpa dosa! Maka aku memutuskan pergi dari kehidupannya. Seperti ia telah meninggalkanku begitu saja. Walaupun sejujurnya, aku masih menyayanginya. Sedikit.

Kemudian Fian datang, seperti cowok-cowok lain yang berlalu-lalang di kehidupanku. Aku meresponnya namun tidak berharap lebih. Aku menerima cintanya namun tidak dengan hatiku, aku belum bisa jatuh cinta padanya. Tapi aku tetap mencoba. Yakin suatu hari nanti dapat mencintai cowok yang belum apa-apa sudah berkorban untukku dengan sepenuh hati.

Namun suatu malam tiba-tiba aku kembali membaca SMS-SMS jadul Rifaldi yang berisi candaannya, basa-basinya, serta permintaannya untuk menjadi pacarku. SMS lama yang tidak pernah kuhapus. Mendadak aku meragu. Rasanya mustahil mencintai Fian sementara hatiku masih terperangkap di masa lalu. Tanpa berpikir panjang, aku memutuskan hubungan dengan Fian begitu saja.

Menurut pengakuannya, saat itu Fian dilanda kebingungan atas tindakan sepihakku. Tapi aku tidak peduli. Aku paham betul hati tidak bisa dipaksakan. Aku tidak mencintai Fian, lantas untuk apa aku berpacaran dengannya!? Mungkin itu juga yang dulu Rifaldi rasakan. Ia tidak mencintaiku, jadi untuk apa terus bersamaku?

Hasil pemikiran puluhan kali serta kegigihan Fian untuk membina hubungan kembali membuatku memutuskan untuk try again. Dan kau tahu, jika dulu aku tak berani mencoba, kupikir aku tidak akan pernah merasakan kebahagiaan ini, rasa cinta ini, rasa nyaman ini.

Aku ingat, tanggal 21 Februari 2013 itu, saat kami berada di rumah Niffa dalam rangka double date, Fian akhirnya memaksaku benar-benar melupakan Rifaldi. Ia hapus seluruh SMS di ponselku hingga 0. Ia hapus seluruh curhatan tentang Rifaldi di catatan di ponselku. Pokoknya segala sesuatu yang berhungan dengan Rifaldi, Fian hapus!

Semakin lama, aku makin nyaman dengannya. Rupannya kami satu sifat, satu pemikiran, satu kenakalan, satu hati.

Tak terasa 15 bulan berlalu terhitung sejak 24 Februari 2013. Kuharap kami dapat terus bersama selamanya. Aamiin.



#N.B : Januari lalu Rifaldi kirim chat padaku, katanya sekarang ia bekerja di Hotel Marbela di Dago Pakar. Dan kabarnya ia punya cewek baru, cewek keempat sejak pertama aku mengenalnya. Pokoknya selamat, cepet tunangan ya! :D

Mimpi Itu


Minggu, 08 Juni 2014

Semalam adalah kali ketiga aku memimpikannya. Seperti dua mimpi sebelumnya, mimpi kali ini pun terasa nyata. Dalam mimpi tersebut, teman SD-ku memang tetap menjadi temanku. Kami berdialog layaknya sepasang teman yang lama tidak berjumpa. Namun gesture, bahasa tubuh yang kami gunakan satu sama lain, berkata sebaliknya. Di dalam mimpi, rupanya kami masih saling menyayangi. Dia yang pertama mengakui masih menyimpan rasa untukku. Tapi aku bungkam. Apa yang juga kurasakan terhadapnya justru terjawab begitu aku terjaga.

Rindu. Selalu perasaan tersebut yang muncul kali pertama. Sudah kubilang mimpi ini terasa amat nyata, itulah mengapa aku selalu mengingat setiap detail di dalam ketiga mimpiku.

Aku ingat betapa bahagianya saat aku dapat kembali melihat wajanya, cemburu saat ia menyapa cewek lain, nyaman saat akhirnya kami menghabiskan waktu bersama-sama.

Wajar jika di alam nyata aku mendadak merindukannya.

Keesokan harinya benakku akan dipenuhi bayangan tentangnya di alam nyata, tentangnya di alam mimpi, dan tentang kami. Hanya satu hari itu. Selanjutnya aku berhenti mengingatnya begitu saja. Selalu seperti itu untuk setiap mimpiku tentangnya.

Aku tahu, mimpi hanyalah bunga tidur. Senyata apa pun, yang kualami hanya sebuah mimpi belaka. Barangkali di alam nyata, yang sesungguhnya terjadi, ia sama sekali tidak mengingatku. Pun seandainya ingat, hanya ingat sebagai teman SD, tidak lebih.

Bukannya berharap, aku hanya ingin menceritakan garis besar mimpiku yang tampak nyata serta bagaimana perasaanku begitu terjaga.

Bukannya berkhianat pada Fian, aku hanya merasa rindu sesaat pada teman SD-ku itu, tidak lebih. Segalanya tetap kudedikasikan untuk Fian seorang, kok.

Tapi kuharap, apa pun itu, jangan lah menjadi pertanda buruk untukku. Semoga.