Sewaktu menjalani sesi masak bersama, Fian ngomel-ngomel gara-gara gue gak bisa ngiris wortel dengan baik dan benar buat bahan bala-bala. Dia bilang cewek itu udah kewajibannya bisa masak, jangan ngandelin pembantu, dan lain-lain dan lain-lain. Sementara gue cuma menanggapi ocehannya dengan wajah datar. Atau gumaman samar yang kurang lebih artinya 'plis, gak usah ngoceh lagi.'
"Ngerti gak kamu teh? Jangan diem terus."
"Tau, ah!"
"Yeh malah gitu."
Hening sejenak.
Fian mengambil alih tugas gue ngiris-ngiris wortel, kol, dan kawan-kawannya. Lelah dengan hening berkepanjangan ini, perlahan gue tatap ubun-ubun Fian yang saat itu dalam posisi menunduk. Mulut gue terbuka sedikit, kemudian menutup lagi. Entahlah... rasanya ragu mengungkapkan hal yang tengah mengganjal di hati gue saat ini.
"Bi..." Akhirnya gue sanggup bersuara.
Fian menengadah. "Apa?"
"Aku... kemarin nih. Eh, kemarinnya lagi ketang! Ya, pokoknya waktu itu aku ngelakuin kesalahan fatal, Bi."
"Kesalahan apa?" Memasang wajah serius.
"Gak mau ah, takut kamu marah," ujar gue seraya menunduk, menghindari tatapannya.
Seketika kening Fian berkerut. Matanya menatap tajam. Setelah menghentikan kegiatan mengirisnya, ia memegang pergelangan tangan gue dengan gestur tegas tapi tetap tidak kasar. "Jangan kayak gini, Bi. Aku gak suka. Bilang, kesalahan fatal apa!?"
"Aku... lupa minum obat, Bi."
Hening.
Fian melepaskan genggamannya dari pergelangan tangan gue, lalu kembali mengiris kol.
"Terserah, deh. Kamu gak mau sembuh ya? Kenapa sih minum obat harus ditunda-tunda? Kenapa nggak saat itu juga? Makanya kamu minum obat pagi aja jangan malem! Kalo malem entar kan ketiduran!"
"Ya salah kamu dan nenek aku gak ngingetin."
"Salah kamu lah. Kamu kan udah dewasa. Udah gak harus diingetin lagi. Masa buat kepentingan diri kamu sendiri aja kamu gak peduli, bla bla bla... bla bla bla..."
Lagi-lagi gue cuma bisa nunduk dengerin omelan dia yang gak pernah simpel dan kadang muter-muter. Inilah yang bikin gue ragu jujur ke dia. Pasti diomelin. But it's okay lah...
"Hmmm..." Fian menghela napas. "Tapi sekarang aku ngerti lah." Nadanya kembali normal seperti biasa.
"Ngerti?" tanya gue gak paham.
"Iya. Tadinya aku heran kenapa kamu nyebelin banget dari pas pertama dateng. Tapi sekarang aku ngerti, ternyata kamu belum minum obat. Huahahahahahahahahaha."
Aish! Kau pikir aku orang gila >.<
0 comments:
Post a Comment