Ini makalah penuh perjuangan hasil kopas dan edit sana-sini, salah berkali-kali sampai akhirnya diterima guru pembimbing.
Mau sukses itu butuh usaha maksimal ya??? :o
Berdasarkan asas Le Chateiler, untuk memperoleh jumlah hasil yang banyak dalam suatu reaksi, maka reaksi tesebut harus dilakukan pada tekanan yang tinggi dan suhu yang rendah. Akan tetapi, semakin rendah suhu, semakin lambat reaksi tersebut. Oleh karena itu, kita dihadapkan pada dua pilihan, yaitu kita memperoleh amonia dalam jumlah sedikit secara cepat atau amonia dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang lama. Pada dasarnya, kedua pilihan tersebut tidak ekonomis. Lalu bagaimana cara untuk memperoleh amonia yang ekonomis tersebut?
Amonia yang dihasilkan dalam proses industri berupa amonia cair. Hal ini karena campuran gas H2, N2 dan NH3 dialirkan melalui kondensor. Karena NH3 mempunyai titik didih lebih tinggi dibanding H2 dan N2, maka NH3 akan segera mencair dan ditampung dalan bejana tertentu, sedangkan gas H2 dan N2 didaur ulang kembali untuk menghasilkan amonia pada proses berikutnya.
Mekanisme produksi amonia yang telah diuraikan di atas pada mulanya dikembangkan oleh dua orang ahli kimia Jerman, Fritz Haber (1868-1934) dan Karl Bosch (1874-1940), sehingga proses pembuatan amonia tersebut dikenal dengan proses Haber-Bosch.
Mau sukses itu butuh usaha maksimal ya??? :o
KATA PENGANTAR
Puji syukur
saya ucapkan atas
kehadirat Allah SWT,
karena berkat Rahmat
dan Karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan
makalah dengan judul
“Pembuatan NH3 Ditinjau dari Sisi Laju Reaksi” ini
sebatas pengetahuan dan
kemampuan yang dimiliki.
Terima
kasih penulis sampaikan
kepada guru pembimbing
yang telah memberikan
tugas ini juga
rekan-rekan yang telah
memberikan dukungan dalam
menyelesaikan makalah ini
baik secara materil
maupun nonmateril.
Makalah
ini memberi perhatian
yang besar terhadap
proses pembuatan amoniak yang mana menjadi bahan dasar atau bahan baku
dalam pembuatan pupuk urea. Adapun proses pembuatan ammonia ini bersumber dari
PT Pupuk Sriwijaya.
Akhir
kata, semoga makalah
ini dapat memberikan
manfaat kepada kita
sekalian. Amiinn.
Purwakarta, 26
September 2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Bahan
baku pembuatan Urea adalah Amoniak (NH3) dan Karbon Dioksida (CO2),
Amoniak dalam bentuk liquid (cair) dan karbon dioksida dalam fasa gas.
Dari
mana kedua bahan itu diperoleh?
Amoniak
(NH3) diperoleh dari reaksi H2 dan N2. N2
diperoleh dari udara bebas, sedangkan H2 diperoleh dari proses
reform gas alam (CH4). Gas karbon dioksida berasal dari produk
samping proses pembuatan amoniak tadi. Dan karena gas alam merupakan komponen
vital dalam industri pupuk maka biasanya Industri
Fertilizer itu pasti berada di lokasi yang dekat dengan lapangan gas :
seperti di Aceh, Palembang, Gresik, Cikampek dan Bontang.
Karena industri pupuk urea erat kaitannya dengan
proses pabrik amoniak, maka di sini akan dijelaskan secara terperinci mengenai
proses pembuatan amoniak. Pertama, akan dibahas mengenai sifat-sifat gas
amoniak.
1.2
Sifat-Sifat Amoniak
Gas amoniak lebih ringan dibanding dengan udara, gas
tidak berwarna, iritan, dapat meledak dan terbakar pada kondisi tertentu, mudah
larut dalam air dengan reaksi eksotermis. Kontak dengan gas amonia
berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan bahkan kematian,
karena Amoniak digolongkan sebagai bahan beracun jika terhirup. Amoniak dikenal dengan baunya yang spesifik
yang mempunyai sifat-sifat fisis sebagai berikut :
Titik
leleh : -77,7oC
Titik
didih : -33,4oC
Tekanan
Uap : 400 mmHg (-45,4oC)
Kelarutan
dalam air : 31g/100g (25oC)
Berat
jenis : 0.682 (-33,4oC)
Berat
jenis uap : 0.6 (udara=1)
Suhu
kritis : 133oC
Berat
Molekul : 17.03
Selain
sifat-sifat di atas, amoniak pun memiliki sifat-sifat berbahaya dari segi
kesehatan, keamanan, reaktivitas, serta penanganan dan penyimpanan.
1.3 Sifat-Sifat
Berbahaya dari Amoniak
1.3.1 Kesehatan
- Efek Jangka Pendek (Akut)
Iritasi
terhadap saluran pernapasan, hidung, tenggorokan dan mata terjadi pada 400- 700
ppm. Sedang pada 5000 ppm menimbulkan kematian. Kontak dengan mata dapat
menimbulkan iritasi hingga kebutaan total. Kontak dengan kulit dapat
menyebabkan luka bakar (frostbite).
-
Efek Jangka
Panjang (Kronis)
Menghirup
uap asam pada jangka panjang mengakibatkan iritasi pada hidung, tenggorokan dan
paru-paru. Termasuk bahan teratogenik. Nilai ambang batas : 25 ppm (18 mg/m3)
(ACGIH 1987-88) STEL 35 ppm (27 mg/m3).
Toksisitas
: LD50 = 3 mg/kg (oral, tikus). LC 50 = 200 ppm (tikus menghirup 4 jam)
1.3.2 Kebakaran
Dapat terbakar pada
daerah mudah terbakar : 16-25 % (LFL-UFL).
Suhu kamar : 651oC.
1.3.3 Reaktivitas
Stabil pada suhu kamar,
tetapi dapat meledak oleh panas akibat kebakaran. Larut dalam air membentuk ammonium hidroksida.
1.3.4 Keselamatan
dan Pengamanan
-
Penanganan & Penyimpanan
Hindari gas berada
dalam ruang kerja, hindari dari loncatan api dan sumber panas. Simpan pada tempat dingin, kering dan
berventilasi dan jauh dari populasi. Hindarkan
dari asam, oksidator, halida, etoksi, logam alkali dan kalium klorat.
-
Tumpahan &
Bocoran
Bila terjadi tumpahan atau
bocoran, harus ditangani oleh orang yang terlatih dengan memakai alat pelindung diri. Jauhkan dari
sumber api. Kabut amoniak dapat disemprot
oleh air.
1.4 Alat
Pelindung Diri
Paru-paru : Masker dengan Filter Amoniak atau respirator udara
Mata : Safety goggles dan pelindung muka
Kulit : Gloves (neoprene, karet,
PVC karet butil)
1.5 Pertolongan
Pertama
Terhirup : bawa ke tempat aman dan udara yang segar,
beri pernapasan buatan jika perlu, segera bawa ke dokter.
Terkena mata : cuci
dengan air bersih dan mengalir selama 20 menit dan segera bawa ke dokter.
Terkena kulit : cuci
dengan air bersih dan mengalir selama 20 menit, lepaskan pakaian yang
tekontaminasi.
1.6
Rumusan
masalah
1.
Bagaimana
proses pembuatan amonia ditinjau dari sisi laju reaksi?
2.
Bagaimana
cara memperbanyak hasil reaksi berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi laju
reaksi?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pembuatan
Amoniak
2.1.1 Pembuatan Amoniak Ditinjau Secara
Umum
(Meskipun
proses pembuatan amoniak ini ditinjau secara umum, akan tetapi dalam proses
tersebut mengarah kepada tinjauan
dari sisi laju reaksi. Terbukti
dengan pengaruh suhu, katalis, dan luas permukaan sentuh yang menjadi fokus
dalam proses pembuatan amoniak ini).
·
Rumus
molekul amoniak adalah NH3.
Terlihat
amoniak terbentuk dari gugus N dan H yang masing-masing dapat diperoleh dari H2
(Hidogen) dan N2 (Nitrogen). H2 adalah salah satu
komponen gas synthesa yang diperoleh dari pemrosesan gas alam yang mengandung
80 – 95 % CH4 (Metan). Sedang N2 diperoleh dari udara
yang mengandung 79% N2 dan 21% O2.
Berikut
blok diagram proses pembuatan amoniak secara sederhana :
Reaksi-reaksi
yang terlibat dalam proses pembuatan NH3 dan CO2 adalah
sebagai berikut :
·
Katalisator
Katalisator
adalah suatu senyawa yang berfungsi untuk mempercepat suatu reaksi kimia.
Secara fisik katalisator tidak berubah bentuk walaupun terlibat dalam suatu
reaksi kimia. Dari bentuknya katalisator di pabrik amoniak sebagian besar
berbentuk padatan. Hanya DEA (Dietanol Amione) yang berbentuk cairan.
Katalisator
yang dalam bentuk padatan ini disuplai dari pembuatnya dalam kondisi masih
teroksidasi. Untuk mengaktifkanya katalisator harus terlebih dahulu direduksi
(penurunan bilangan oksida) menggunakan pereduksi H2 dan CO2,
akan tetapi yang umum dipakai adalah H2 karena kenaikan temperatur
yang dihasilkan dari aktifasi/reduksi katalis masih dapat dikendalikan
dibandingkan bila menggunakan CO sebagai pereduksi.
Berikut
adalah salah satu contoh reaksi reduksi katalis Fe3O4
dengan H2 :
3Fe2O3
+ H2 —> 2Fe3O4 +H2O + Panas
Katalisator
yang aktif (tereduksi) bila terkena udara ( O2 ) akan bereaksi
dengan cepat dan menghasilkan panas yang besar (pyrophoric) dan sulit
dikendalikan, oleh karena itu katalisator baru selalu disuplai oleh penjual
dalam bentuk teroksidasi agar pada saat dibuka drumnya ketika akan dimasukkan
ke dalam reaktor tidak bereaksi dengan udara.
Untuk
menjaga katalisator tetap tinggi aktivitasnya maka beberapa racun katalis
berikut harus dipastikan tidak masuk ke dalam sistem reaksi :
-
Sulfur
-
Carbon
-
CL-
-
Phospat
Khusus
untuk katalis synthesa amoniak disamping racun-racun di atas, berikut
racun-racun lainnya yang dapat menurunkan aktifitas katalis : CO, CO2, H2O
·
Tiga tahap dalam
penyiapan gas synthesa :
-
Desulfurisasi.
Gas
alam pada umumnya mengandung sulfur dalam bentuk H2S/Sulfur
Anorganik dan Sulfur Organik seperti mercaptan yang rumus molekulnya RS. Kadar
sulfur anorganiknya di dalam gas alam yang diterima industri pupuk adalah
relatif kecil yaitu berkisar 0,18 -0.3 ppm sedang sulfur organiknya relatif
tidak ada.
Kadar
sulfur dalam gas alam yang diijinkan untuk memasuki Primary Reformer maksimum
adalah 0,1 ppm. Untuk menyerap sulfur dari gas yang dari gas alam digunakan ZnO sebagai adsorbent ini
bukan katalis, lihat reaksi no 1.
Keberhasilan adsorbsi sulfur
anorganik praktis diadsorbsi pada temperatur yang lebih rendah (200-250oC) dibandingkan dengan sulfur
organik (250-400oC).
Kondisi
operasi di Desulfurisasi:
Pressure : 35-40 kg/cm2G
Temperature
Inlet : 350-400oC
Temperature
Outlet : 330-380oC
-
Primary
Reformer.
Ke
dalam Primary Reformer dimasukan Steam bersama gas alam yang keluar dari
Desulfurisasi. Sebelum bertemu katalis
yang berada dalam tube yang dipanasi secara radiasi oleh burner-burner (seperti
burner pada kompor gas), campuran steam dan gas terlebih dahulu dipanasi hingga
temperatur reaksi 530-650oC. Hal ini sesuai dengan jenis reaksinya
yang endotermis. Disamping reaksi reforming, reaksi shift juga terjadi di
Primary Reformer seperti pada reaksi no. 2 dan no. 3.
Untuk
menjamin bahwa reaksi berjalan sesempurna mungkin rasio steam terhadap karbon
yang ada dalam gas alam (S/C) dijaga sekitar 3,1—4 (mol/mol)
Kondisi
operasi Primary Reformer :
Pressure : 35 – 40 kg/cm2G
Temperature Inlet : 530 – 650oC
Temperature Outlet : 770 – 811oC
Kadar
CH4 Outle : 9 – 16%
berat
Kadar
CO Outlet : 8 – 9% berat
Kadar
H2 Outlet : 65 – 70%
berat.
-
Scondary Reformer
Pada
dasarnya Scondary Reformer berfunggsi untuk menyempurnakan reaksi reforming
yang telah terjadi di Primery Reforming. Kalau Primery Reformer sumber panas
untuk reaksi reforming yang endotermis disuplay oleh burner-burner yang
memberikan panasnya secara radiasi, maka
sumber panas di Scondary Reformer
disuplay oleh udara yang dimasukkan ke
Scondary Reformer menggunakan kompresor udara.
Reaksi
pembakaran O2 dari udara dengan H2 hasil reaksi reforming
di Primary Reformer :
O2
+ H2 + H2O + Panas (exothermic)
Akan
menghasilkan panas yang akan dipakai oleh reaksi reforming Scondary Reformer.
Campuran hasil reaksi di Scondery
Reformer ini akan menyisakan N2
yang praktis tidak/belum bereaksi dengan H2 dan campuran gas
lainnya. N2 akan bereaksi dengan H2 nantinya di Converter
Amoniak setelah menjalani berbagai proses pemurnian berikutnya.
Kondisi
operasi di Secondary Reformer :
Pressure : 35-40 kg/cm2G
Temperature Inlet : 520-560oC
Temperature Outlet : 950-1050oC
CH4
Outlet : 0,2-1,0% berat
CO
Outlet : 10-13% berat
H2
Outlet : 54-56% berat
·
Synthesis Loop
dan Refrigerasi.
Di
dalam Synthesis loop ini terdapat converter amoniak yang berfungsi mereaksikan
N2 dengan H2 untuk membentuk amoniak/NH3. Gas
synthesa dengan kadar CO+CO2 maksimum 10 ppm sebelum dimasukkan ke
Synthesis loop dinaikkan tekanannya terlebih dahulu ke 130-210 kg/cm2G
menggunakan kompressor Synthesis Gas.
Yang
perlu diperhatikan adalah rasio H2/N2 dijaga 3 atau sedikit
dibawah dari 3. Hal ini penting dipertahankan agar reaksi pembentukan amoniak
berjalan maksimal. Pangaturan rasio ini dilakukan dengan mengatur laju udara yang dimasukkan ke Scondary
Reformer.
Reaksi
pembentukan amoniak ini berlangsung pada temperature
inlet Converter 270oC dan temperatur 530oC. Dengan
temperature setinggi ini, maka amoniak yang terbentuk mustahil diperoleh dalam
keadan cair. Untuk itu gas keluar converter harus terlebih dahulu menjalani
pendinginan hingga temperatur 6–(-5)oC. Pendinginan ke temperatur
ini dilakukan dengan cara,melakukan pertukaran panas antara gas masuk dengan
converter dengan gas keluar converter, pembangkitan steam dan pemanasan air
umpan boiler (BFW), pendinginan dengan menggunakan air pendingin (cooling water)
serta yang utama adalah pendinginan menggunakan refrigerasi.
Gas
yang telah didinginkan,karena masih mengandung H2 dan N2
yang tidak bereaksi, gas dicampur dengan gas dari metanasi dikembalikan ke converter
amoniak. Sistem ini akhirnya merupakan sebuah Loop atau siklus amoniak.
Di
dalam Loop ini juga ada gas-gas yang benar-benar tidak bereaksi yang disebut
inert, yaitu CH4 yang berasal dari
Metanasi dan Argon (Ar) yang berasal dari udara yang dimasukkan ke
Scondary Reformer. Inert ini konsentrasinya harus dijaga sekitar 7-11 % berat
agar reaksi pembentukan amoniak berlangsung maksimal.
Adapun
gas dari metanasi yang mengandung CO, CO2 dan H2O sebelum
masuk ke dalam synthesis Loop dipertemukan terlebih dahulu dengan gas keluar converter
yang sudah didinginkan dan mengandung amoniak cair. Tujuannya adalah agar CO,
CO2 dan H2O yang ada dalam gas dari Metanasi (make up
gas) dapat larut dalam amoniak cair dan terbawa ke refrigerasi, tidak ke inlet
converter amoniak.
Kondisi
Operasi Converter :
Pressure : 230-210 kg/cm2G
Temperature
Inlet : 250-270 oC
Temperature
Outlet : 480-530 oC
NH3
Inlet : 1,5-5 % berat
NH3
Outlet : 13-20 % berat.
Refrigerasi
Produk
amoniak cair dengan temperature 6oC – (-5)oC ini
selanjutnya dikirim ke refrigerasi untuk dimurnikan dari H2, N2,
CO, CO2, H2O dan inert yang terlarut dalam amoniak cair
dan didinginkan hingga temperature -31oC.
Selanjutnya
amoniak cair yang panas (25oC) yang merupakan hasil kondensasi uap
amoniak keluar kompressor/discharge dikirim ke pabrik Urea. Sedangkan amoniak
cair yang dingin (-31oC)dari bagian suction kompersor dikirim ke Storage Amoniak.
Demikian
proses pembuatan amoniak dan karbondioksida sebagai bahan baku pembuatan
Industri Pupuk Urea.
2.1.2 Cara Memperbanyak Reaksi
Berdasarkan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi
- Berdasarkan luas permukaan
sentuh
Pada reaksi kimia
terjadi tumbukan antarpartikel atom unsur atau antarpartikel molekul senyawa.
Adanya tumbukan antar partikel yang bereaksi, berarti adanya bidang sentuh
antarpartikiel yang bereaksi. Makin luas bidang yang bersentuhan, zat produk yang
dihasilkan makin banyak. Dengan kata lain, jika luas permukaan sentuh makin
besar,laju reaksi makin cepat. Maka jika ingin hasil reaksi semakin bertambah,
maka luas permukaan sentuh harus diperbesar.
-
Berdasarkan suhu yang dinaikkan
Ketika temperatur dinaikkan maka kesetimbangan bergeser ke zat
yang bereaksi secara endoterm, artinya jumlah konsentrasi NH3 berkurang sementara itu konsentrasi N2 dan H2 bertambah. 2 NH3(g) + 92 kJ/mol → N2(g) + 3H2(g)
-
Berdasarkan penambahan molaritas
Larutan amonia apabila molaritasnya
ditambahkan maka hasil reaksi akan semakin besar.
-
Berdasarkan katalis
Faktor laju reaksi yang sering digunakan adalah katalis.
Seperti yang telah kalian pelajari tentang uraian katalis di depan, katalis
merupakan zat yang mempercepat laju reaksi tetapi pada akhir reaksi didapatkan
kembali seperti semula. Contoh industri yang menggunakan katalis adalah
pembuatan amonia ((NH3) dan asam
sulfat (H2SO4).
Amonia merupakan bahan untuk membuat asam nitrat, pupuk, dan bahan peledak.
Proses pembuatan amonia dikenal dengan nama Proses Haber-Bosch sesuai dengan
nama penemunya, yaitu Fritz Haber dan Karl Bosch. Reaksi pembuatan amonia dari
gas nitrogen dan gas hidrogen sebagai berikut:
Ternyata Reaksi tersebut sangat lambat pada suhu kamar,
sehingga perlu dilakukan usaha-usaha untuk mempercepat laju reaksi.Salah satu
usaha yang dilakukan adalah menambah katalis besi. Pada prosespembuatan asam
sulfat yang sering dikenal sebagai proses kontak,juga diperlukan katalis yaitu
Vanadium pentoksia (V2O5).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Amonia (NH3)
merupakan gas yang tidak berwarna dengan bau menyengat dan sangat mudah larut
dalam air. Amonia ini biasanya digunakan dalam refrigerator dan dalam pembuatan pupuk, bahan peledak, plastik, serta
bahan-bahan kimia lainnya. Selian itu, amonia juga digunakan sebagai pelarut. Amonia dapat dibuat dengan
mereaksikan gas nitrogen (N2) dengan gas hodrogen (H2)
melalui proses reaksi eksoterm, yang dapat membentuk keseimbangan sebagai berikut :
N2 (g) + 3H2
(g) Û 2NH3 (g) DH =
-92,2kJ
Berdasarkan asas Le Chateiler, untuk memperoleh jumlah hasil yang banyak dalam suatu reaksi, maka reaksi tesebut harus dilakukan pada tekanan yang tinggi dan suhu yang rendah. Akan tetapi, semakin rendah suhu, semakin lambat reaksi tersebut. Oleh karena itu, kita dihadapkan pada dua pilihan, yaitu kita memperoleh amonia dalam jumlah sedikit secara cepat atau amonia dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang lama. Pada dasarnya, kedua pilihan tersebut tidak ekonomis. Lalu bagaimana cara untuk memperoleh amonia yang ekonomis tersebut?
Dalam industri, amonia dibuat dengan dengan mencampur gas N2 yang
diperoleh melalui udara dan gas H2 yang diperoleh dari reaksi
antara gas metana dan air. Campuran gas N2 dan H2 dengan
perbandingan N2 : H2 = 3 : 1 tersebut kemudian
dialirkan melalui pompa bertekanan tinggi (250 atm) ke dalam tabung pemurnian
gas. Dalam tabung inilah kemudian diperoleh gas N2 dan H2 murni
yang dialirkan ke dalam reaktor katalisis.
Reaksi pembuatan amonia merupakan reaksi eksoterm, sehingga
untuk menghasilkan amonia dalam jumlah besar, maka reaksi tersebut harus
dilakukan pada suhu yang rendah. Akan tetapi, pada suhu rendah reaksi akan
berlangsung lambat. Oleh karena itu, untuk mengimbanginya, maka reaksi dalam
pembuatan amonia dilakukan pada suhu tinggi (sekitar 500°C) dan tekanan yang
tinggi (200 – 400 atm). Suhu dan tekanan tersebut memungkinkan reaksi pembuatan
amonia dapat berlangsung cepat dan amonia yang dihasilkannya dalam jumlah besar
(reaksi bergeser ke kanan).
Amonia yang dihasilkan dalam proses industri berupa amonia cair. Hal ini karena campuran gas H2, N2 dan NH3 dialirkan melalui kondensor. Karena NH3 mempunyai titik didih lebih tinggi dibanding H2 dan N2, maka NH3 akan segera mencair dan ditampung dalan bejana tertentu, sedangkan gas H2 dan N2 didaur ulang kembali untuk menghasilkan amonia pada proses berikutnya.
Mekanisme produksi amonia yang telah diuraikan di atas pada mulanya dikembangkan oleh dua orang ahli kimia Jerman, Fritz Haber (1868-1934) dan Karl Bosch (1874-1940), sehingga proses pembuatan amonia tersebut dikenal dengan proses Haber-Bosch.
Ditinjau dari sisi laju reaksi, hasil reaksi amonia dipengaruhi oleh
beberapa faktor sebagai berikut :
1.
Luas
permukaan sentuh
2.
Suhu
3.
Katalis/ katalisator
4.
Molaritas
DAFTAR
PUSTAKA
gambarnya man?????????