Kenangan Tabung Gas

Wednesday 30 April 2014
Satu lagi kenangan manis di hari Rabu, 30 April 2014. Subuh itu aku mengirim pesan kepada Fian, mengucapkan selamat pagi beserta kawan-kawannya. Mencoba menyapa duluan (biasanya dia yang pertama membuka percakapan di SMS setiap pagi). Namun hingga siang menjelang tak kunjung datang balasan darinya ke ponselku. Saat tengah mengetik di PC, barulah aku ingat pulsanya habis digunakan untuk meneleponku kemarin-kemarin. Sisa pulsa yang tinggal 400 rupiah berakhir di SMS hari Selasa.

Aku tersenyum maklum. Kembali melanjutkan aktivitas rutinanku, membaca dan mengetik.

Kutatap tiga lembar uang berwarna biru di samping kananku. Ah ya, hari ini aku harus segera membeli tabung gas, setelah dua hari sempat tertunda. Karena tidak tahu tempat mana yang menjual tabung gas, akhirnya ku-dial nomor Fian saat itu juga.

"Halo," suara di seberang sana menyahut.

"Kamu gak punya pulsa, ya?" tanyaku memastikan.

"Iya. Aku udah kirim inbox ke facebook kamu juga," jawabnya.

"Oh ya? Aku belum baca," kataku takjub. "Eh Bi, tau gak tempat yang jualan tabung gas?"
Terdengar Fian berbicara pada orang di dekatnya. Dapat kutebak itu pasti ayah Fian. "Ada, Bi. Di GS."

"Di sebelah mananya?"

Fian mengulangi penjelasan yang diberikan ayahnya. "Ya pokoknya daerah Pasar Mambo gitu."

Aku manggut-manggut. "O iya-iya."

"Mau aku anter gak?" tawarnya tiba-tiba.

"Anter?"

"Iya. Mau gak?"

Aku tak dapat menyembunyikan senyumku yang mengembang. "Hayu, Bi. Tapi gimana janjiannya?"

"Di GS aja."

"Yeh, gimana bukan di mana?"

"Gimana apanya?"

"Kamu kan gak punya pulsa. Terus gimana janjiannya, Oneng?"
"Entar kan pulang... Kata aku juga baca dulu inbok aku deh. Emang kamu mau berangkat jam berapaan?"

Aku menimbang-nimbang. Mengamati penampilan acak-acakanku sekilas, melihat jam tanpa benar-benar berpikir, kemudian kembali fokus ke telepon. "Siangan deh ya. Jam sebelas atau dua belasan aja."

"Iya Bi, siang aja. Aku juga mau sekalian beli karet elastis ke toko AA."

Pasti pesanan ayahnya.
Aku mengiyakan dan terpaksa mengakhiri panggilan dengannya. "Udah dulu ya, Bi. Bida manggil aku tuh." Bida, panggilan khusus untuk kakakku.

"Oh iya-iya. Bye, love you."

"Love you too..."

***

Begitu panggilan berakhir, segera kubaca pesan masuk facebookku. Benar, ada satu pesan yang belum kubaca.

FianBebi aku ga ada pulsa nanti isi pulsanya plg dagang

Sebagai anak yang berbakti, ia kerap membantu ayahnya berjualan mainan di TK Iqro (hingga detik ini aku tidak tahu di mana lokasi TK tersebut).

Aku : Iya bebi kutunggu smsmu
mangat ya dagangnya

Fian : iya bebiku siap
sayang dan cinta kamu:* muach:*

Aku tersenyum-senyum sendiri. Beginilah kelebayan kami di mata orang lain, namun manis di mata kami berdua. Sebab kami lah yang menjalani, bukan mereka atau bahkan kalian. Bukan. Kalian tidak akan pernah tahu bagaimana manisnya suatu hubungan jika belum pernah mengalaminya. Semua akan kau rasakan saat kau menemukan soulmatemu, belahan jiwamu.

***

Pukul 12.30 aku baru selesai mandi. Begitu kulirik ponsel, telepon Fian segera menyambut indera penglihatku.

"Ya?"

"Kamu masih di mana?"

"Masih di rumah. Tunggu sebentar lagiiiii aja, ya."

Aku bersiap-siap secepat yang kubisa. Pakaian, bedak, sisir, tas, pin, dan lain sebagainya tergeletak tak berdaya di ranjangku. Setelah tampak rapi, waktu menunjukkan pukul 13.15. Selama bersiap-siap, terjadi pertengkaran singkat antaraku dan Fian. Dia marah gara-gara menungguku nyaris satu jam. Kusuruh dia pulang jika tidak ingin menunggu lebih lama lagi. Dan dia benar-benar pulang.

Ketika aku melangkahkan kaki keluar rumah, mendadak aku menyesal sudah menyuruhnya pulang. Banyak hal. Aku membutuhkannya saat ini untuk : memberitahu di mana lokasi penjual tabung gas, membawakan gas yang pasti berat tersebut, dan yang terpenting aku ingin melihat sosoknya lagi.

Aku pun meminta agar ia kembali ke GS. Tanpa diduga, ia setuju...

***

Aku membuatnya menunggu beberapa menit lebih lama lagi. Dia mencak-mencak kesal mengapa aku begitu lama sekali. Sebenarnya aku merasa kasihan, namun rasa geli mengalahkan rasa belas kasihku. Lucu juga membuatnya menunggu berjam-jam begini.

Tepat ketika aku sampai di tempat tujuan, nomor ponsel Fian mendadak tidak aktif. Kuperhatikan sekeliling, tak kutemukan kehadirannya. Akhirnya kucoba masuk ke pelataran GS, berharap menemukannya di sekitar sana. Saat kakiku berbelok ke arah kiri, di arah berlawanan tampak Fian tengah membelok ke arah yang sama denganku. Senyumku dan senyumnya terlontar tanpa sadar. Terlebih setiap kuingat telah membuat ia menunggu lama.

"Nomer kamu gak aktif ih." Kalimat pertama yang terlontar dari mulutku seraya menepuk bahu kirinya cukup kencang.

"Devi nyebelin bikin gue nunggu lama," kata Fian nelangsa, namun senyum bahagia tercetak jelas di bibirnya. Bagaimanapun kesalnya di SMS, jika bertemu kami pasti akur kembali. Sangat manis malah.

Kami duduk berdampingan di depan GS, mengobrol basa-basi sejenak.

"Sini, aku aja yang beli tabung gasnya. Tadi aku udah ngebooking, jadi kalo kamu yang ke sana pasti bilangnya gak ada. Soalnya tinggal sisa satu," kata Fian.

"Berapaan?"

Fian menyebutkan sejumlah angka.

"Murah banget," komentarku. Setahuku, harga tabung gas lebih mahal dari angka yang ia sebutkan, jadi kuanggap harga di sini termasuk murah sekali.

"Nanti aku anterin kamu pulang gak?" tanyanya.

"Ya iya lah," jawabku. "Kalo nggak, siapa yang mau bawain tabung berat itu sampai Simpang."

"Sialan, Devi..."

Kami tertawa kompak.

"Ya udah aku beli tabungnya dulu, ya. Nanti kamu tunggu di depan aja."

Aku mengangguk. Kami pun berjalan beriringan. Sesuai kesepakatan, aku menunggu Fian di depan pasar tradisional yang baru kutahu ada di sana. Demi Tuhan, aku baru tahu ada pasar seperti itu di pinggir GS.
Beberapa menit kemudian ia kembali dengan tabung berwarna hijau di tangan kanan. Lagi-lagi kami tertawa kompak.

"Abis ini kita gak akan kemana-mana lagi, kan?"

"Emang mau ke mana?" Mataku melebar antusias.

"Ya nggak, malu aja bawa-bawa tabung gas gini."

"Katanya mau beli capcin dulu?"

"Oh iya. Emang ada tukang capcin di sini?" Fian balik bertanya.

"Ada di sebelah sana kalo gak salah. Aku pernah beli,"

Kami berjalan lagi menuju tempat yang kumaksud.

"Tuh kan ada gerobaknya," ujarku seraya menunjuk dengan dagu. "Dulu aku belinya pop ice. Gak tau ada capcin atau nggak."

Sampai di samping si ibu penjual, kami memesan sesuatu. "Ada capcin ga, Bu?"

Si ibu mengangguk. "Ada. Mau berapa?"

"Satu, Bu. Satu lagi Pop Ice komlit." Fian yang ingin Pop Ice.

"Pop ice rasa apa?"

"Permen karet aja, Bu."

"Permen karet? Buble gum, Bi," ralatku.

Fian terkekeh. "Sama aja."

Kami menarik kursi dan duduk berdampingan di ruang makan yang disediakan si ibu penjual es tadi.

Selama di sana kami mengobrol seru mengenai banyak hal. Tentang ayahnya, tentang nenekku, tentang jadwal pengajianku, tentang alasan membeli tabung gas lagi, dan lain sebagainya seolah tak habis-habis topik untuk kami diskusikan.

Beberapa menit begitu es masing-masing habis, kami memutuskan langsung pulang ke rumah.

"Nanti kamu ke sananya naik ojek, kan?" tanya Fian.

Aku mengangguk.

Ia menuntunku saat kami menyeberang jalan. Saat sampai di seberang, sebuah angkot 01 berhenti di depan kami. Fian langsung menggoyang-goyangkan tangannya tanda menolak.

"Kenapa gak mau, bi?"

"Banyak ceweknya. Peluang aku buat dimarahin kamu jadi makin besar. Ngeliat ke mana pun jadi serba salah. Dikiranya lirik cewek lain."

Sekali lagi kami tertawa kompak.

Tak lama angkot 01 lain berhenti di depan kami. Kali ini hanya berisi dua orang ibu-ibu. Kami pun naik lalu duduk berdampingan.

Obrolan seru terlontarkan selama perjalanan Pasar Jum'at-Simpang. Sikap Fian pun amat manis padaku. Ia memujiku 'cantik banget' seraya tersenyum lembut. Aku jadi malu. Sejujurnya, ia pun tampak tampan hari ini dengan baju biru-abu membalut tubuhnya.

Sampai di Simpang, kami mesti berpisah kembali. Aku naik ojek, dan ia mencari angkot 07 atau 03 untuk pulang ke rumahnya. Ritual perpisahan kami lakukan. Salam, ucapan hati-hati, dan lambaian tangan diiringi senyum kami lakukan saat itu juga. Seorang tukang ojek di samping Fian ikut melambaikan tangan, membuat aku, Fian, serta dirinya tertawa geli.

Hari yang baik. Akhir pertemuan yang baik.

***

SMS sorenya. . .

Fian : Bebi tadi hp na mati wae :(

Aku : Jangan lupa ngucapin met ultah :o makanannya udah dikasihin? :D

Fian : Udah di makan sama aku abis :p

Aku : Dosa gak menyampaikan amanat :o

Fian : Ya ntar disampein, masa kue ultah kayak gini :p yang kayak gini buat aku B-) :D

Aku : Rakus :p kompor teh Rinnai bi

Fian : Tuh kan rinai kata aku ge :p

Aku : Kebetulan weh :p

Fian : Aku tau keles merk2 kompor yang bagus :p

Aku : Biasa da tukang kompor mah apal wae :p

Fian : Oke fine ngatain :p

Aku : Yang punya pabrik kompor gas miliyuner keles :p

Fian : Cie so ngebaikin :p kangen kamu yang makin cantik aja :*

Aku : Cie bebi ngegombal aja :* aku gak kurus banget kan sekarang mah? :D

Fian : Serius bu cantik banget :* ga ko bi :D

Aku : Bebi tadi senyum terus jadi keliatan ganteng banget :* mun cemberut mah goreng :p tadi itu pertemuan singkat yang manis banget ya bi :D

Fian : Kamu makin cantik tuda jadi senyum wae :* manis da beli pop ice :D

Aku : Bebi bisa aja bikin geernya :D :* so sweet bi, lain pop ice atau capcin :p

Fian : Beneran bebi ih jangan geer :p :* iya bebi so sweet :*

Aku : Makasih pujiannya mybii :* Jangan lupa shalat ya bebiku :*

Fian : Iya sama2 bebi :* kamu juga yah :*

INI SALAH SATU HARI TERBAIK DEFIAN. YEAH!

Ya Tuhan, Aku Zombigaret!?

Saturday 19 April 2014

Senin, 15 April 2004

Dua batang lintingan putih di atas meja kerja Ayah tampak begitu menarik perhatian. Ingin rasanya bibir mungilku mencicipi mereka barang sehisap dua hisap. Aku penasaran mengapa batang-batang putih tersebut selalu mampu membuat Ayah terlena dalam alunan kenikmatan yang dahsyat. Beliau memejamkan mata khidmat setiap menghisap mereka.

Sebuah ide gila muncul begitu saja di otakku. Ide untuk menculik satu di antara mereka yang kini terbaring menggoda di depan mataku. Perlahan, kepalaku menoleh ke kanan dan kiri bergantian, memastikan Ibu dan Ayah tidak sedang mengawasiku. Dan ketika kesempatan tersebut datang, bergegas kuambil sebatang rokok di dalam asbak. Rokok bekas Ayah.

Aku terlalu takut ketahuan mengambil rokok baru.

***

Selasa, 15 April 2014

Kuhembuskan napas kuat-kuat, menciptakan kepulan asap tebal bergulung-gulung. Benda ini sangat nikmat, tidak heran Ayah begitu menyukainya.

Kuhitung-hitung sesuatu dengan jariku. Sepuluh. Ya, hari ini genap sepuluh tahun aku menobatkan diri sebagai pecandu rokok. Sejak tinggal terpisah dengan orangtua, semangat merokokku semakin berkobar. Dalam sehari aku bisa menghabiskan dua bungkus rokok sekaligus. Sebuah hal lumrah mengingat tidak ada Ibu yang biasa mengontrol kebiasaan buruk tersebut.

***

Sabtu, 15 April 2017

“Kamu tahu zat apa saja yang terkandung di dalam rokok?” tanya seorang lelaki berjas putih seraya memerhatikan hasil rontgen paru-paruku.

Sontak aku menggeleng. Dari sekian banyak zat yang terkandung di dalam rokok aku hanya hafal satu : nikotin. Sebab zat itulah yang menularkan candu padaku.

Lelaki berjas putih tersebut menatapku tajam. “Nikotin, tar, sianida, benzene, cadmium, methanol, asetilena, amonia, formaldehid, hydrogen sianida, arsenic, dan karbon monoksida,” ujarnya serius. Melihatku hanya bengong, ia cepat-cepat menambahkan, “Kesemua zat tersebut membahayakan kesehatan. Dan hasil rontgen ini menjelaskan semuanya.”

Ia menuliskan sesuatu di selembar kertas kemudian memintaku kembali minggu depan. Aku mengagguk pasrah. Sepertinya ada kabar buruk.

***

Kamis, 15 April 2016

Ukhuk, ukhuk, ukhuk!

Nyaris enam minggu batuk sialan ini tak kunjung enyah dariku. Akibatnya, aku jadi sering sesak napas. Belakangan inipun kondisi kesehatanku sangat tidak baik. Aku mudah lelah, depresi, sakit lutut, bahkan bobotku turun beberapa kilogram. Terkadang, ketika batukku menggelegar dahsyat, bagian dada, punggung, pundak, serta lenganku terasa sakit sekali.

Merasa takluk, kupaksakan memeriksakan diri ke puskesmas terdekat. Dokter di sana bilang aku bronchitis. Setelah dibekali obat dan pesan untuk pemeriksaan rutin, aku kembali ke rumah.

Sembilan bulan tak kunjung sembuh, aku dan sang dokter dilanda keheranan serupa.

“Sepertinya penyakit anda berkembang menjadi penyakit lain. Silakan lakukan rontgen ulang di rumah sakit di kota,” katanya. Aku menghela napas berat seraya beranjak pergi. Begitu berada di luar Puskesmas, kusulut sebatang rokok kemudian menghisapnya dalam-dalam.

Ah… nikmatnya.

***
Ilustrasi dari wikipedia


Sabtu, 22 April 2017

Sesaat setelah membaca vonis dokter di rumah sakit yang baru kutemui tiga bulan pasca berobat di Puskesmas, aku tercengang tak habis pikir.

Kanker paru-paru? Apa ia tidak salah tulis? Benarkah aku menderita penyakit mematikan tersebut? Bagaimana bisa? Ia bilang semua ini gara-gara rokok. Mustahil!

Sepanjang hari pikiranku diselimuti kekacauan. Aku benar-benar tidak percaya akan berakhir seperti ini.

“Bagaimana mungkin?” Sekali lagi aku bertanya retoris.

Aku butuh rokok. Ya, tampaknya sebatang rokok mampu meredam kegamanganku saat ini. Maka, aku pun bangkit dengan limbung, berusaha mencari di mana kutaruh sahabat-sahabatku semalam. Di kamar, ya, di kamar.

Kakiku membelok menuju kamar. Baru saja tanganku membuka daun pintu, aku tercengang hebat. Di sana, tepat di depan mataku berdiri sesosok makhluk mengerikan. Ia mirip denganku, hanya saja pipinya lebih tirus, tubuhnya tinggal tersisa tulang-belulang, bibirnya sangat hitam, matanya merah menyala, tatapannya sayu, berdirinya pun tak tegak. Betapapun mirip denganku, ia lebih seperti zombie.

Hening.

Butuh waktu beberapa menit hingga kutersadar bahwa zombie itu adalah aku. Makhluk mengerikan di balik cermin itu adalah aku. Ya Tuhan, aku Zombigaret!?

jumlah kata : 600


Mendapat Semangat dari Pacar

Wednesday 16 April 2014
Sekarang tanggal 14 April 2014, atau bertepatan dengan hari pertama UN. Suatu kegamangang tersendiri saat mendapati soal yang kudapatkan hari ini berbeda jauh dengan apa yang kuhafalkan, khususnya Biologi. Gilanya, 20 paket per-ruangan itu sungguh-sungguh 20 paket, beda-beda soal! Oh my God… Hanya munajat kepada Allah-lah yang kuandalkan saat ini (setelah berusaha maksimal tentunya).

Pulang ujian hari pertama ini, aku terkapar tak berdaya di tempat tidur usai melaksanakan kewajiban seorang muslim. Dua jam kemudian aku terjaga, dan mendapati ada satu miscalled dari pacarku. Baru saja jariku hendak mendial nomornya, dia keburu meneleponku duluan. Belum sepenuhnya sadar dari tidur, aku mengangkat penggilan tersebut.

“Apa, Bi?”tanyaku.

“Kalo tandanya lebih dari, DHP ke kanan apa ke kiri?”Fian balik bertanya.

Oh Tuhan… bisakah ia menanyakan hal lain di luar matematika? Aku baru bangun gitu, loh. Ah, tapi mana dia tahu aku baru bangun tidur?

Beruntung otakku cepat mencerna. “Ke bawah.”

“Apa? Ke kanan apa kiri?”

“Ke bawah!”

“Yeh, kalo lebih dari ke kanan apa ke kiri?”

Aku mulai kesal. “Ke bawah ih, ke bawah!”

“Oh iya iya. Jangan matiin HP ya, Bi.”

Tut, tut, tut…

Cepat atau lambat dia akan meneleponku kembali. Sebelumnya aku perlu mandi, menunaikan kewajiban, makan, dan tentu saja belajar untuk besok.

Hal-hal tersebutpun segera kulakukan. Usai makan, aku mengecek ponsel. Ada sebuah miscalled lagi, dari Fian lagi. Mendadak aku merasa jengkel. Sebelum tidur aku SMS dia, tidak dibalas, giliran dia butuh bantuan, baru deh menelepon. Dasar bebiku sok serius UN >.<

Kali ini aku berhasil menelepon balik. Panggilan tersambung.

“Apa, Bi?”Fian bertanya.

“Kamu ada apa tadi cumi?”

“Oh itu… fk itu apaan?”

“Fk?”Keningku berkerut.

“Tadi kan kata kamu rumus kwartil ada fk sama fq. Itu apaan?”

“Oohh…”Aku pun mulai menjelaskan apa arti dari kedua kata tadi. “Kamu udah  pulang?”

“Udah, Bi.”jawabnya. “Kamu terusin lagi belajar, ya?”

Beberapa kalimat kemudian, setelah berjanji akan menelepon kembali nanti malam, sambungan diputuskan.

Merasa otakku telah segar kembali, aku memutuskan meneruskan belajar. Baru saja masuk ke soal pertama, HPku menyala. Ada SMS.

Fian : I love u bebiku muach :*

Sambil tersenyum, aku mulai mengetikkan balasan.

Aku : Love u too mybii muach :*

Fian : Tadi denger suara km asa seneng :*

Aku : Amasa bebi paling bisa gombalin aku deh :*

Fian : Beneran bi :*

Aku : Aku jadi semangat belajar loh :*

Fian : Haiyah? Aku ga niat nyemangatin loh :p tapi emang bener aku seneng denger suara kamu :* #sumpah

Aku : Ga niat aja udah berhasil, apalagi ditambah niat :p haiya? Aku jg seneng denger suara bebiku tau … :*

Fian : Niatnya gimana :p beneran bebi :* kamu nurutan wae ih :D

Aku : Biarin ath bebi :* da emg seneng km baikin aku teh. Lg bljar kimia nih :p

Fian : Aku harap nilai2 kamu bagus aka mean nya 90 dan bisa dilanjutin kependidikan yg lbh tinggi serta married me :D :*

Aku : Uluh 90 gede amat :o but aamiin aamiin aamiin >.< aku harap nilai km sangat memusakan bebi. Blajar dan berdoa yg bener. Cepet kerja. Cepet mapan. Cepet ngelamar aku :*

Fian : Udah ah sana shalat dan belajar lagi bebiku milikitiw :* sayang dan cinta kamu :’( :* muach :* bye

Aku : Otw shalat nih cimikitiwku :* sayang dan cinta km banget juga :* muach.

Sesuai janjinya, tepat sebelum adzan isya dikumandangkan, Fian kembali menelepon. Sapaan hangatnya serta-merta menyambut indera pendengaranku.

“Bebi…”sapanya lembut.

Mau tak mau dadaku berdesir. “Iya, Bebi…”

“Kangen ih…”

“Sama aku juga kangen lah bebi…”

“Bi, beneran loh aku seneng banget denger suara kamu.”

“Yang bener?”

“Beneran! Begitu denger suara kamu aku jadi makin giat belajar lagi dan lagi. Kamu sumber  semangat aku. Aku suka suara kamu, dan terutama semua yang ada dalam diri kamu. Aku suka kamu dari ujung kaki sampai ujung kepala. Makasih ya Bebi, udah jadi semangat hidup aku,”katanya tulus.

Sumpah, aku terharu mendengar kalimat romantis tersebut keluar dari mulut pacarku. Nadanya terdengar tulus pula! Ah… sungguh, dia lah morfinku. Kini semangat kembali berkobar. Kekesalanku tadi siang menguap begitu saja. Digantikan rasa rindu yang akan kubayar dengan perjuangan menghadapi UN 2014.

Semoga kesuksesan berada di tangan kita, Bebi!

Semoga Allah senantiasa berada di samping kita. Membuka pintu pikiran kita, menerangkan otak kita, mata hati kita, sehingga ujian esok hari menjadi lancar dengan hasil memuaskan. Aamiin.

Dan setiap pagi, tanpa rasa bosan, ia mengirim SMS untuk menyemangatiku.

April, 15 2014
Selamat pagi bidadari bebiku :*
jangan lupa sarapan yah :D
mangat terus yah bebi tersayang :*
muach :*
hati2 berangkatna tong kesiangan aja :p
sayang dan cinta ke anakna pa ndan :*
bye

April, 16 2014
Selamat pagi bidadariku :*
bangun bangun :p
come on give me your kiss in the morning by muach :*
mangatse mangatse mybii :*
bebibebibebi love u somayc :*

Gimana Pendapat Kalian Tentang Cewek yang Gak Mau Dicium Bibirnya?

Sunday 13 April 2014
Si agan Toeng yang kagak ane ketahui siapa nama aslinya ini bertanya sesuai judul postingan di atas di jejaring sosial Yahoo! Answer.
Detail dari pertanyaannya :

Apapun itu, semua pasti ada batasannya kan?? Nah, batasnya orang juga beda beda sih.. rata-rata yang pacaran itu dari cium kening sampe cium bibir.. bisa juga sampe ML (yang begitu ga tau deh batasnya sampe dimana. ckck). 

nah,, ini buat cowok cowok (cewek juga boleh komentar ding..) 
kalo cewek, ngebolehin dirinya untuk dipeluk, dicium pipinya, keningnya.. 
tapi ada satu batas,, sampe bibir. dia ngelarang cowoknya cium bibirnya,, 
dan kebawah-bawah,, itu juga dilarang.. 
pokoknya cuma sebatas kening, pipi, sama peluk.. 
gimana menurut kalian cewek itu?? 

gimana rasanya pacaran sama cewek kaya gitu?? 
bosen ga?? 
berniat cari cewek lain yang bisa ngasih kalian lebih dari itu??


Munculah beberapa jawaban atau pendapat dari kawan-kawan di sana.

Mutiara Mas'um menjawab :
cwok yg pnya cwek kayak gitu brarti cwok yg bruntung...:)

Mocca009 menjawab :
Gua sbg cewe juga ga mau si dicium bibir gitu...kan jiji ludahnya ketuker gitu eeewwww......lagian juga kalo belom kawin ud cium bibir termasuk dosa juga...gua bukan cewe murahan yg enjoy digrepe2,apalagi dicium bibir gitu...klo ud kawin si gua gapapa tpi ttep aja jiji wkwkwk

Fitri Rosalina menjawab :
itu sih, namany dy gk c'e murhn, qlo cium bibir it mah, emnk ud nafsu, dn munkn dia jg tkt bkaln lbh dari itu

X_BaL menjawab :
aq malah suka cewek kyak gitu...
aq sendiri sadar klo ciuman bibir dan yg lebih dri itu adalah cuman nafsu manusia aja bro...
jaga baek2 cewek kamu... jarang lo cewek kyak gitu.....
syari riri menjawab :
ya bagus dunk kalau begitu
kalau udah bibir biasanya malah mau yang lebih
Evanes menjawab :
idaman aku tuh :D
ciuman bibir pasti dasarnya nafsu.
apalagi klo ciuman lebih dari 5 detik.
btw menjalin hubungan berpacaran ga harus dengan berciuman dan berpeluk-pelukan.
walau memang pengen tapi janganlah dulu dalam hubungan berpacaran diikuti hawa nafsu.

namamu unik
toeng :D
justin time menjawab :
Ngga apalah sama cewek yang kaya gitu.
benar juga katamu, awal cuma cium kening, lama2 nanti eH, sampai cium bibir dan pokok nya semakin berani aja.
Awas ya pacaran jangan di tempat yang sepi, ntar datang setan Lo..
ingat tuhan saja
нαяι gιиσ© menjawab :
itu tandanya bukan cewek murahan. . ,
kalo emang udah cinta mah ngapain bosen, apalagi ampe niat cari cewek lain. . .kalo gw pribadi mah enggak deh





Intinya sih, jadilah wanita yang bisa menjaga kehormatan. Karena pada dasarnya wanita baik-baik diperuntukkan bagi laki-laki yang baik pula. Semoga kita termasuk salah satu di dalamnya :) aamiin.