Saya Mengamati dan Saya Belajar Menghargai Orang Lain

Tuesday, 18 March 2014
Mungkin di sini gue bakal sedikit curhat tentang bagaimana perasaan penulis amatiran saat karyanya banyak yang menghujat.

Haha... bercanda, deng!

Gue hanya ingin mengungkapkan sesuatu, dan gue harap kalian bersedia menyimak dengan serius.

Dewasa ini, nyaris seluruh penghuni planet bumi tidak dapat melepas ketergantungannya dari sosial media seperti Facebook, Twitter, Instagram, BBM, Skype, dan masih banyak lagi. Dan sejauh yang saya amati selama ini, khususnya di facebook, bagaimana seseorang menulis status sangat menggambarkan kepribadiannya. Apa? Serius loh.

Begini. Pernah saya mendapati sebuah akun milik perempuan cantik berinisial H. Menurut saya dia termasuk tipe cewek labil bahkan kadang pamer. Bayangkan, hari ini dia menyombongkan hubungannya dengan sang pacar sedang harmonis-harmonisnya, eh besoknya atau bahkan beberapa jam kemudian dia membuat status yang isinya kurang lebih kepasrahan jika cowoknya suka mencari cewek lain dan ingin selingkuh. Dan tiga puluh menit kemudian memuji-muji cowoknya lagi!
Dia sering membuat status yang menjurus ke hal-hal pamer. Di mana dia bersekolah, di mana dia ikut serta bimbingan belajar, bagaimana keadaan keluarganya, pacarnya belajar mobil hingga menunjukan jika dia punya mobil, dll. Suatu hari dia berkomentar di status saya yang berisi keluhan banyak tugas, dia bertanya memangnya saya sekolah di mana. Setelah saya jawab, dia langsung diam seribu bahasa.
Saya jadi berprasangka, jangan-jangan jika saya tidak bersekolah di tempat yang lebih baik dari sekolahnya dia akan mencemooh. Kalimat-kalimat seperti : apaan sekolah di situ banyak tugas? Sekolah saya yang banyak tugas mah, kan favorit.
Tapi dia tidak tahu, sekolah terbaik adalah sekolah yang guru-gurunya tidak pernah memberi tugas, tapi siswa-siswinya tetap rajin belajar.


Selanjutnya ada akun lain yang isi statusnya curhat gak penting semua. Pengen pulang apdet, pengen pipis, apdet, pengen bobo, apdet. Padahal pulang tinggal pulang, pipis tinggal pipis, bobo tinggal bobo. Sekalipun ada hambatan bagi kalian dalam melakukan itu gak usah diapdet juga keles!

Ada juga akun yang sering memaki-maki orang lain dengan bahasa kasar. Biasanya cowok, tapi cewek juga ada sih beberapa. Tapi yang membuat saya sebal mereka tidak pernah mencantumkan nama. Apakah mereka sebegitu gak gantle-nya buat nyebutin nama? Apakah mereka cuma berani memaki dan menyindir tapi ogah nyantumin nama yang dimaksud? Takut dilabrak balik? Jika kejadiannya seperti ini wajar banyak yang salah paham. Siapapun bisa saja merasa status itu ditujukan untuk dirinya sekalipun mereka tidak saling kenal, sekalipun orang yang bersangkutan merasa itu hanya fitnah untuknya.
Contohnya seperti status di bawah ini. 'Elo' itu siapa???



Ada pula tipe orang religius. Semua statusnya tentang keagamaan dan bertaqwa kepada Tuhan.

Tipe pengeluh. Yang ini kerjaannya mengeluh dan mengeluh terus. Jelas sekali dia kurang menghargai hidup. Padahal diberi nyawa oleh Allah pun merupakan anugerah terbesar yang patut disyukuri. Oh ya, ada teman saya di dunia nyata bernama Hasna. Menurut saya dia lebih beruntung dibanding saya, tapi dia sering mengeluh dan mengeluh terus, hingga kadang saya kesal mendengar keluhannya. Tolong, lebih bersyukur, Hasna!

Dan masih banyak tipe lain lagi.

Saya masuk ke tipe mana? Semuanya. Kadang saya gaje, alay, nyindir-nyindir gak jelas, pamer, dll, dll.

Nah, di sinilah pelajaran yang saya dapat tentang menghargai orang lain.

Saya termasuk ke dalam semua tipe itu tapi saya tetap merasa 'gerah' dan 'sebal' jika melihat status seperti itu. Atau bahkan kadang saya menertawakan mereka diam-diam.

Hei, apa landasan dasar saya berbuat demikian? Menertawakan orang lain sementara saya sendiri melakukan hal yang sama? Haha. Sekarang saya harus menertawakan diri sendiri atas kebodohan saya.

Introspeksi diri.
Ya, itu yang harus saya, juga kalian lakukan. Jika kita sama seperti itu, mengapa harus menertawakan orang lain?

Mungkin ada sebagian dari kalian yang memang 'gerah' terhadap tipe-tipe di atas dan sering menertawakan diam-diam tapi tidak melakukan hal serupa. Saran saya, jika sekiranya anda tidak suka membaca status-status yang muncul di beranda tersebut, tolong unfriend orang yang bersangkutan dan jangan dibawa pikiran. Gak penting.

Bukan hanya facebook, pernyataan saya berlaku untuk media sosial lainnya juga.

Bicara tentang menghargai, kita juga mesti belajar menghargai hasil karya orang lain. Termasuk tulisan.

Contohnya tulisan di blog saya ini.
Nyaris semua tulisan di sini merupakan hasil karya saya pribadi. Saya berbuat demikian sebab saya tidak ingin menjadi plagiat yang selalu mengakui hasil karya orang lain sebagai hasil karyanya. Jika pun ada tulisan orang lain, maka saya menyebutkan sumbernya. Saya bukannya merasa tulisan saya bagus hingga memasang protect anti copas. Saya hanya ingin karya saya aman dari segala tindak penyalahgunaan.

Semua curhatan saya tentang Fian itu nyata. Kisah kami nyata. Obrolan kami nyata. Orang-orang yang disebut dalam kisah kami pun nyata. Fian, Tuti, Devita, Hasna, Irfan, Iriana, Amel, Kak Roo (nama samaran) itu nyata. Mereka ada. Mereka memang berkata-kata seperti yang saya tulis. Saya tidak pernah mengganti dialog siapa dengan siapa, dan saya tidak pernah mengganti latar tempat kejadian. Semua nyata.

Nyata. Apa adanya. Tanpa manipulasi.
Saya ingin jujur dimulai dari blog. Saya ingin orang lain menilai diri saya apa adanya. Biar kata saya labil, lebay, ceroboh, tak apa. Inilah saya. Saya ingin saya dan karya saya dihargai. Bukan hanya dijudge, caci maki, dan ditertawakan. Bukan. Tolong hargai, seburuk apa pun karya saya, karya kami, karya kita, kita semua.

Hargai dan lihat manfaatnya.

Okey. Mungkin demikian yang dapat saya sampaikan. Bukan bermasud menggurui, hanya saling mengingatkan bahwa menghargai orang lain itu penting. Dan jangan tertawa jika makna tawa anda hanyalah sebuah cemoohan kepada orang lain!

SEMANGAT!

0 comments:

Post a Comment