Ungkapan Hati :p

Thursday 23 May 2013

Ketika jantungku bergemuruh setiap berada di dekatnya, aku tahu telah jatuh cinta padanya.

Ketika bibirku tak kuasa mengungkapkan apa yang tengah bergejolak dalam dada, aku tahu telah jatuh hati padanya.

Ketika setiap waktu kuhabiskan hanya dengan memikirkan tentangnya, aku tahu telah jauh menyayanginya.

Dan ketika mata tak kuasa menahan tangis setiap merenungi seberapa dalam perasaanku padanya, aku tahu akan sulit melupakannya begitu saja.

Aku telah mencintainya, dan melupakannya adalah hal termustahil di dunia.

***

“Siapa orang yang ada dalam pikiran lo saat ini?” tanya Cecil penasaran. Ia menatapku lekat seolah mencegah jawaban dusta terlontar dari bibirku. “Gue tebak! Pasti cowok. Iya, kan?”

Sejenak, aku tersipu-sipu. Merasa malu pikiranku dapat ditebak semudah itu. “Tentu. Guess what!?”

“Apa?”

“Gue...” Aku memajukan wajah beberapa senti ke telinga Cecil. “Gue lagi jatuh cinta.”

“Lagi!?” Cecil berseru sok kaget seolah aku jatuh cinta setiap hari saja. “Bukannya kemaren lo baru aja patah hati?”

“Sekarang udah move-on, dong!” tukasku apa adanya. Nyatanya aku memang sudah melupakan sama sekali rasa sakit selepas berpisah dengan— orang itu.

Cecil kembali memasang wajah serius. “Siapa kali ini?”

“Fian.”

“Sopian mana lagi?”

“Bukan, kali ini namanya murni Fian. Fian Ramadhan Nurpratama lengkapnya.”

“Sekolah?”

“Ya. SMKN 1 Purwakarta, kelas XI, putra dari Bapak Sodikin.”

“Oh ya? Kapan lo kenal dia?” tanya Cecil lagi.

Aku mencoba mengingat-ingat. “Tanggal belasan di bulan Februari. Gak tau kapan tepatnya. Dan kami mulai bikin komitmen buat bersama sejak 24 Februari, tepat di hari Minggu dan sempat putus seminggu kemudian.”

“Dia baik?”

“Jelas lah! Udah baik, perhatian, so sweet, cakep pula!” pujiku sejujur-jujurnya membuat Cecil menahan mual.

“Gue gak percaya dia perhatian,” aku Cecil terang-terangan.

“Dia perhatian. Dia selalu nanya aku udah makan apa belum, udah shalat apa belum, dan sejuta pertanyaan kecil namun berarti lainnya. Pernah suatu hari kami berantem dan aku minta dia dateng ke rumah aku. Dan dia dateng! Padahal waktu itu lagi ujan loh, Bro!

“Pernah juga waktu kami main bareng ke Jatiluhur gue iseng minta digendong sama dia. Dan dia bersedia! Dia adalah cowok pertama selain Ayah yang udah gendong aku. Selanjutnya kami shalat berjamaah dengan dia sebagai imam. Abis shalat kami salaman. Yang gak aku duga adalah, setelah salaman dia kecup kening aku lembut. Haaa... jadi ngerasa kayak udah punya suami.”

“Haiyah?” Cecil sok-sok kaget. “Sisi buruknya?”

Aku tertunduk cukup lama hingga akhirnya berkata, “Gak ada. Di mata aku dia yang paling sempurna. Walau jujur aku pernah sakit hati sama dia, tapi jauh di lubuk hati aku yang terdalam mengakui kalo dia cowok terbaik di antara yang pernah mengisi hati aku. Dia yang paling mengerti aku. Dia yang paling manjain aku. Dia juga yang paling bikin aku gila.”

“Apa harapan kamu buat hubungan kali ini?”

“Satu aja : aku pengen dia jadi yang terakhir buat aku. Kami akan bersama selamanya sampai janur kuning terkembang, sampai kami punya keturunan, sampai rambut kami sama-sama memutih, sampai kami kembali ke tempat peristirahatan terakhir. Aku mau dia yang nemenin masa tua aku. Dia yang menjaga di saat aku sakit, takut, dan terpuruk. Aku mau dia yang menyematkan cincin di jari manisku. Aku mau suaranya yang menemaniku sebelum masuk ke alam mimpi. Aku cuma mau dia, bukan yang lain.”

“Ada lagi?”

“Buat Fian, please hargain aku. Jangan pernah sakitin aku terlalu dalam. Aku mau kita bersama selamanya. Aku sayang kamu. Bener-bener sayang kamu.”

Cecil menghela napas panjang. Ia melipat tangan di depan dada seraya menatapku lembut. “Percaya deh, 5 Desember sama 21 Januari itu bakal langgeng. Apalagi Nurjanah-Linda dan Sodikin-Endan. Gak ada kemiripan tapi pasti abadi. Semoga.”

Kami mengakhiri diskusi kali ini dengan doa bagi kelangsungan hubunganku dengan Fian. Kuharap kalian ikut mengaminkan.

Terima kasih.