Kami Mulai Berdamai

Thursday, 8 May 2014

Jauh sebelum tulisan ini diluncurkan, seorang gadis kelas 2 SMPsekarang kelas 3 SMPmemusuhiku yang dituduhnya telah merebut seluruh perhatian kakak laki-laki yang notabene adalah pacarku, Fian. Ia terang-terangan berkata sangat membenciku. Ia selalu protes, “Aa mah lebih mentingin pacar daripada adik sendiri!”.

Pernah kucoba menjelaskan bahwa sebenarnya, di balik sikap cuek dan masa bodohnya, Fian tetaplah sosok kakak yang sangat menyayanginya. Bagaimana ia menyayangiku dan bagaimana ia menyayangi adiknya tidak lah sama. Jika nyatanya waktu dan perhatian yang diberikan Fian untukku jauh lebih banyak dibandingkan padanya, tentu ini hal yang wajar.

Namun ia menolak mendengar. Ia tetap bertahan dengan kebenciannya padaku. Beberapa kali ia mengatakan ketidaksukaannya tersebut lewat SMS kepada Fian, yang langsung kutanggapi saat kebetulan ikut membacanya. “Sebodo! Dia pikir gue suka sama dia? Nggak, lah! Anak labil gitu. Bisanya sirik mulu.”

Mulutku memang tajam. Kata-kata sinis bisa dilontarkan kapan pun aku mau. Apalagi seperti saat itu. Aku benar-benar diliputi kekesalan. Dia pikir dia siapa?

Seiring berjalannya waktu, aku memilih tidak peduli padanya. Menganggapnya tidak pernah ada. Mengabaikan setiap dia mengirim SMS atau inbox facebook untukku. Kuabaikan. Aku tahu tife macam apa anak itu. Semakin dibaikin, semakin melunjak pula lah keangkuhannya. Semakin dinasihati, semakin tidak ingin mendengar. Abaikan. Itulah jalan terbaik.

Hingga akhirnya, beberapa bulan menjelang, sikapnya mulia lunak. Ia meminta maaf penuh penyesalan padaku. Ia berkata aku pantas membencinya atas semua sikap buruk yang pernah ia lakukan. Ia sungguh-sungguh menyesal, tidak ada alasan untuk tidak memaafkannya.

“Sebenernya teteh juga gak mau membenci kamu. Biar gimanapun, kamu itu adik Fian. Teteh maunya gak cuma sayang sama Fian, tapi sayang adik-adik dan orangtuanya juga,” kataku.

Sabtu, 03 Mei 2014, kami berbalas pesan-ria seperti kakak-adik atau sahabat karib. Ia meminta saran SMA mana yang bagus untuknya. Merasa bersemangat, kupromosikan almamaterku, SMA Negeri 1 Purwakarta, sekolah terbaik di Purwakarta.

Kami bertukar informasi, bertanya jawab, membuat rencana main bareng, dan lain-lain. Rasanya campur aduk. Di satu sisi aku senang akhirnya berbaikan dengannya, apalagi keesokan harinya dia mencantumkan namaku di list ucapan selamat paginya. Namun kadang, aku merasa terganggu juga. SMSnya tidak berhenti sehari penuh. Agak lama saja tidak dibalas, ia langsung mengirim SMS baru. Bikin repot juga kadang-kadang.

Bagaimanapun, inilah yang kuinginkan. Mencoba berdamai dengan segala aspek dalam kehidupan Fian. Mencoba menyayangi orang-orang penting di sekitarnya. Mencoba membagi kebahagiaan kami dengan yang lain.

Membagi canda, tawa, kisah, serta kenangan manis. Mengabadikannya dalam memori. Menularkan semangat pada setiap yang mendengar hingga terlibat dalam kisah DeFian.

Semoga ini menjadi awal semakin baiknya hubungan kami mendatang.

Semoga semua merestui hubungan kami nantinya.

Semoga aku, Fian, beserta keluarga besar kami dapat saling menerima apa adanya.

Dan semoga aku bisa menyayangi Nadya, adik perempuan Fian yang saat ini tengah menghadapi Ujian Nasional tingkat SMP, sepenuh hati. Ikhlas. Menganggapnya seperti adik sendiri.

Semoga.

Aamiin, aamiin, aamiin…

0 comments:

Post a Comment