Senin, 15 April 2004
Dua batang lintingan putih di atas meja kerja Ayah tampak begitu
menarik perhatian. Ingin rasanya bibir mungilku mencicipi mereka barang sehisap
dua hisap. Aku penasaran mengapa batang-batang putih tersebut selalu mampu
membuat Ayah terlena dalam alunan kenikmatan yang dahsyat. Beliau memejamkan
mata khidmat setiap menghisap mereka.
Sebuah ide gila muncul begitu saja di otakku. Ide untuk menculik
satu di antara mereka yang kini terbaring menggoda di depan mataku. Perlahan,
kepalaku menoleh ke kanan dan kiri bergantian, memastikan Ibu dan Ayah tidak
sedang mengawasiku. Dan ketika kesempatan tersebut datang, bergegas kuambil
sebatang rokok di dalam asbak. Rokok bekas Ayah.
Aku terlalu takut ketahuan mengambil rokok baru.
***
Selasa, 15 April 2014
Kuhembuskan napas kuat-kuat, menciptakan kepulan asap tebal
bergulung-gulung. Benda ini sangat nikmat, tidak heran Ayah begitu menyukainya.
Kuhitung-hitung sesuatu dengan jariku. Sepuluh. Ya, hari ini genap
sepuluh tahun aku menobatkan diri sebagai pecandu rokok. Sejak tinggal terpisah
dengan orangtua, semangat merokokku semakin berkobar. Dalam sehari aku bisa
menghabiskan dua bungkus rokok sekaligus. Sebuah hal lumrah mengingat tidak ada
Ibu yang biasa mengontrol kebiasaan buruk tersebut.
***
Sabtu, 15 April 2017
“Kamu tahu zat apa saja yang terkandung di dalam rokok?” tanya
seorang lelaki berjas putih seraya memerhatikan hasil rontgen paru-paruku.
Sontak aku menggeleng. Dari sekian banyak zat yang terkandung di
dalam rokok aku hanya hafal satu : nikotin. Sebab zat itulah yang menularkan
candu padaku.
Lelaki berjas putih tersebut menatapku tajam. “Nikotin, tar,
sianida, benzene, cadmium, methanol, asetilena, amonia, formaldehid, hydrogen
sianida, arsenic, dan karbon monoksida,” ujarnya serius. Melihatku hanya
bengong, ia cepat-cepat menambahkan, “Kesemua zat tersebut membahayakan
kesehatan. Dan hasil rontgen ini menjelaskan semuanya.”
Ia menuliskan sesuatu di selembar kertas kemudian memintaku kembali
minggu depan. Aku mengagguk pasrah. Sepertinya ada kabar buruk.
***
Kamis, 15 April 2016
Ukhuk, ukhuk, ukhuk!
Nyaris enam minggu batuk sialan ini tak kunjung enyah dariku.
Akibatnya, aku jadi sering sesak napas. Belakangan inipun kondisi kesehatanku sangat
tidak baik. Aku mudah lelah, depresi, sakit lutut, bahkan bobotku turun
beberapa kilogram. Terkadang, ketika batukku menggelegar dahsyat, bagian dada,
punggung, pundak, serta lenganku terasa sakit sekali.
Merasa takluk, kupaksakan memeriksakan diri ke puskesmas terdekat. Dokter
di sana bilang aku bronchitis. Setelah dibekali obat dan pesan untuk
pemeriksaan rutin, aku kembali ke rumah.
Sembilan bulan tak kunjung sembuh, aku dan sang dokter dilanda
keheranan serupa.
“Sepertinya penyakit anda berkembang menjadi penyakit lain. Silakan
lakukan rontgen ulang di rumah sakit di kota,” katanya. Aku menghela napas
berat seraya beranjak pergi. Begitu berada di luar Puskesmas, kusulut sebatang
rokok kemudian menghisapnya dalam-dalam.
Ah… nikmatnya.
***
![]() |
Ilustrasi dari wikipedia |
Sabtu, 22 April 2017
Sesaat setelah membaca vonis dokter di rumah sakit yang baru
kutemui tiga bulan pasca berobat di Puskesmas, aku tercengang tak habis pikir.
Kanker paru-paru? Apa ia tidak salah tulis? Benarkah aku menderita
penyakit mematikan tersebut? Bagaimana bisa? Ia bilang semua ini gara-gara
rokok. Mustahil!
Sepanjang hari pikiranku diselimuti kekacauan. Aku benar-benar tidak
percaya akan berakhir seperti ini.
“Bagaimana mungkin?” Sekali lagi aku bertanya retoris.
Aku butuh rokok. Ya, tampaknya sebatang rokok mampu meredam
kegamanganku saat ini. Maka, aku pun bangkit dengan limbung, berusaha mencari
di mana kutaruh sahabat-sahabatku semalam. Di kamar, ya, di kamar.
Kakiku membelok menuju kamar. Baru saja tanganku membuka daun pintu, aku tercengang hebat. Di sana, tepat di depan mataku berdiri sesosok
makhluk mengerikan. Ia mirip denganku, hanya saja pipinya lebih tirus, tubuhnya
tinggal tersisa tulang-belulang, bibirnya sangat hitam, matanya merah menyala,
tatapannya sayu, berdirinya pun tak tegak. Betapapun mirip denganku, ia lebih
seperti zombie.
Hening.
Butuh waktu beberapa menit hingga kutersadar bahwa zombie itu
adalah aku. Makhluk mengerikan di balik cermin itu adalah aku. Ya Tuhan, aku
Zombigaret!?
jumlah kata : 600
cerita nya bagus vi, saran dari gue mending bikin ebook kayak pdf gtu. jadi orang bisa baca offline