Setiap Perpisahan Menyisakan Luka

Friday, 4 April 2014
Jumat, 04 April 2014, Pak FX Iswanto (guru Fisika berprestasi milik SMAN 1 Purwakarta, milik siswa-siswi SMANSA, milik keluarganya, miliknya sendiri) baru saja mengucapkan sejumlah kalimat magis yang membuatku sadar akan rahasia waktu.

"Kapan ada bimbel Fisika lagi?" beliau bertanya pada anak-anak XII IPA 2. Semenjak UAS berakhir dua pekan yang lalu, kelas XII IPA hanya mendapat bimbingan belajar enam mata pelajaran yang di-UN kan saja : Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi.

Terjadi sedikit perdebatan sebelum seorang siswi di barisan terdepan menyahut yakin, "Kamis dan Jumat, Pak,"

Pak FX tampak mengangguk dengan mata menerawang. Beliau menghela napas seraya menyapukan pandangan ke seisi kelas. "Mungkin ini akan jadi pertemuan terakhir kita."

Hening.

"Kayaknya minggu depan KBM sudah gak efektif lagi. Tanggal 9 ada PEMILU, dan ada kemungkinan kalian diliburkan beberapa hari."

Sampai di situ aku jejingkrakan dalam hati.

"Maka dari itu, Bapak ucapkan maaf yang sebesar-besarnya jika selama satu tahun ini banyak sekali kesalahan dalam mengajar kalian. Bapak hanya manusia biasa ya, pasti sering bikin salah."

Aku tersenyum berdosa. Seharusnya kami yang meminta maaf. Anak-anak XII IPA 2 lah yang selama satu tahun ini banyak berbuat salah pada Pak FX. Sebagian besar di antara kami memilih mengabaikan ketika beliau menerangkan di depan kelas. Tindakan pengabaian yang terang-terangan mulai dari terkantuk-kantuk, mengobrol dengan teman sebangku, sampai ada yang nekat memainkan ponsel. Anehnya, Pak FX tidak pernah marah, beliau hanya pernah sekali 'pudung', itu pun di semester satu saja.

"Selamat menghadapi UN. Kalian jangan takut, jangan merasa tegang. Kalian pasti bisa menghadapinya dengan baik. Toh soal UN begitu-begitu aja, kan? Kita sudah sering latihan, tinggal banyak berdoa saja. Saya pasti bantu, kok. Minimal bantu dengan doa."

Kami tertawa.

"Lagi pula Fisika hari terakhir kan? Jadi tegangnya sudah habis untuk yang hari-hari pertama. Ya sudah. Bapak pamit dulu. Selamat UN!"

Ucapan Pak FX mau tak mau membuatku terkesima beberapa saat.
UN... Sebentar lagi sudah mau UN ya... pikirku tak sadar.

Jika UN adalah kali terakhir aku berada di sekolah tercinta sebagai siswa yang tengah menuntut ilmu, maka dalam waktu dekat aku akan berpisah dengan anak-anak IPA 2 yang sulit kompak ini. Jahatnya, aku senang berpisah dengan mereka. Tapi sejujurnya sedih juga kehilangan masa putih-abu yang absurd ini.

Tiga kali mengalami momen perpisahan sekolah selalu menyisakan sedikit pedih dalam hati. Mendadak tercipta secuil hampa saat sadar kami mungkin tidak akan bertemu kembali, tidak akan berkumpul seperti ini lagi, tidak akan saling bermusuhan lagi. Dan hei, ini sudah di penghujung SMA! Dalam waktu dekat masa ababil dan alay-ku akan segera berakhir. Mustahil mengulang masa remaja yang hanya terjadi sekali seumur hidup. Menyadari itu semua selalu membuat otakku mendadak kosong, hingga rasa mellow menguasai.

Ingin rasanya aku menangis. Terutama di kala mendengar ucapan-ucapan perpisahan dari guru seperti tadi. Ucapan mereka bagaikan peringatan masa-masa indah-tak indahku di SMA akan segera berakhir. Sejenak terjadi kilas balik dalam otakku. Kembali terbayang kali pertama aku menginjakan kaki di sekolah yang dulu hanya merupakan impian bagiku. Kemudian serpihan-serpihan kenangan tak beraturan lain mulai berputar di sana, menciptakan rasa sesak tak terdefinisi. Aku rindu, bahkan sebelum berpisah.

Waktu tiga tahun benar-benar terasa singkat ya.

Kendatipun tidak dekat dengan Pak FX, aku tetap ingin menangis mendengarnya meminta maaf serta mengucapkan selamat tinggal. Apalagi kala teringat dosa-dosaku yang juga sering mengabaikan pelajarannya selama satu tahun ini.

Aku berdosa sekali, Pak.

Perpisahan, dengan siapapun itu, selalu menyisakan luka di hati kita walau hanya sebesar biji jagung. Ada saat di mana kita akan merindukan momen-momen yang terjadi saat ini. Dan biasanya, segala sesuatu terasa berarti setelah kita kehilangannya. OOT sejenak, hal itulah yang membuat aku tidak ingin menyia-nyiakan Fian. Aku tidak ingin merasa mencintainya justru setelah aku kehilangannya, jangan sampai.

Back to topic...
Well, seperti sering orang katakan 'di mana ada pertemuan, pasti ada perpisahan'. Maka aku mesti siap untuk berpisah dengan segala sesuatu yang kutemui di dunia ini. Toh kita masih punya kemungkinan bertemu. Dengan catatan belum terpisahkan ajal tentunya.

So guys, jangan takut untuk berpisah. Don't cry because it's over, but smile because it's happened. 

Terakhir, aku sayang kalian anak-anak Coaster yang sangat menyebalkaaaaaaan!!!!!!!!! >.<

0 comments:

Post a Comment